Sabtu, 03 April 2010

PERTOBATAN

SERI PELAJARAN :

PERTOBATAN (METANOIA)

Pertobatan berasal dari akar kata tobat (Ing; repentance) yang secara harafiah dikenal dan diterapkan oleh seluruh agama bahkan aliran kepercayaan, dimana seorang/sekelompok orang menyesal atas kesalahan, pelanggaran, kejahatan ataupun dosa yang telah diperbuatnya dan berbalik kepada ajaran agama atau kepercayaan yang diyakininya sebagai suatu kebenaran. Dan biasanya sebagai konsekuensi logis dari suatu pertobatan adalah orang tersebut “dikarantinakan” selama beberapa waktu ataupun melakukan meditasi spritual bahkan adapula yang harus menjalani hukuman badan dan diindokrinasi kembali tentang ajaran agama/kepercayaan yang dianutnya.
Dalam ajaran Kristen, bentuk pertobatan apapun, jika itu terjadi diluar Kristus (bertobat tapi tidak percaya kepada TUHAN Yesus) maka tidak diperhitungkan sebagai bagian dari proses keselamatan kekal. Dengan lain perkataan, pertobatan yang terjadi diluar Tuhan Yesus, adalah sia-sia sebab tidak adanya jaminan pengampuan dosa untuk menerima kehidupan yang kekal setelah kematian (Yohanes 14:6). Tindakan pertobatan yang bertolak belakang dengan salib Kristus bersifat sementara dan sangat rentan untuk kembali hidup didalam dosa. Alkitab mencatat bahwa dibawah kolong langit ini, tiada nama lain yang olehnya manusia bisa selamat karena dosanya telah diampuni, selain nama Tuhan kita Yesus Kristus. (Lukas 24:47, “dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa,……”; Kisah Para Rasul 4:12, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.").
Dibawah ini akan dijelaskan tentang pertobatan dari sudut pandang teologis Kristiani :

A. TERMINOLOGI PERTOBATAN

Pertobatan dapat didefinisikan sebagai tindakan yang secara sadar dilakukan oleh seorang yang telah diregenerasikan untuk berbalik dari dosa kepada Allah dalam Kristus Yesus yang dapat dilihat dari suatu perubahan kehidupan sepenuhnya, yang dinyatakan didalam bentuk suatu cara berpikir, merasa dan berkehendak yang baru.
Pertobatan merupakan pengalaman yang bersifat satu kesatuan, tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi bagian-bagian. Walaupun aspek-aspek dari pertobatan dibawah ini dapat dibedakan, tetapi tidak boleh dipisahkan.
1. Suatu aspek intelektual (pikiran). Pertobatan sejati melibatkan, pengenalan akan kekudusan dan keagungan Allah dalam alam pikiran (pengakuan/pengenalan secara intelektual). Pengenalan Yesaya akan kekudusan Allah-lah yang membawa dirinya untuk berkata, “Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir” (Yesaya 6:5). Di sini dapat dilihat bahwa secara intelektual, Yesaya menyadari dan mengakui bahwa salah satu dari anggota tubuhnya tidak berkenan kepada Allah karena dosa. Pertobatan harus mencakup pengakuan atas dosa dan kesalahan kita, yang merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah dan penolakan terhadap kehendak-Nya atas hidup kita. Juga harus terdapat pemahaman akan kasih setia Allah dan akan kesiapan Allah untuk mengampuni, karena jika terpisah dari pemahaman ini, maka pengakuan dosa hanya akan menyebabkan ketakutan dan keputusasaan. Pertobatan intelektual merupakan suatu bentuk penaklukan terhadap pikiran manusia yang bersifat kedagingan kedalam suatu bentuk pemikiran rohani yang terdapat dalam Kristus Yesus (2 Korintus 10:5).
2. Suatu aspek emosional (perasaan). Harus terdapat suatu dukacita yang dirasakan didalam hati karena dosa dan akibat dari dosa itu sendiri. Rasul Paulus, ketika menulis surat kepada jemaat di Korintus memberi gambaran tentang “dukacita menurut kehendak Allah”. Perlu dicatat, “dukacita” yang dimaksudkan Paulus, tidaklah identik dengan pertobatan tetapi “menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan” (2 Korintus 7:10). Bentuk dukacita dari Allah ini dikontraskan dengan “dukacita duniawi”.
3. Suatu aspek volisional (kehendak/kemauan). Pertobatan dalam aspek intelektual & emosional, belumlah lengkap jika tidak diikuti dengan perubahan dalam kemauan kita yang benar-benar harus tampak lewat buah-buah pertobatan yang dihasilkan. Tuhan Yesus menyatakan dengan jelas bahwa pertobatan sejati melibatkan komitmenn total dan tidak kurang daripada ini : “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; …..” (Mat. 10:37-39). “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat. 16:24). “Demikian pulalah tiap-tiap orang diantara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku” (Luk. 14:33).


B. ETIMOLOGI (STUDI KATA) PERTOBATAN

Kata yang dipakai untuk pertobatan didalam Perjanjian Lama adalah nicham dan shūbh. Nicham, bentuk niphal dari nācham berarti menyesal (sorry), tergerak oleh belas kasihan, atau untuk bertobat dari perbuatan yang salah. Kata ini sering dipakai bagi Allah untuk mengindikasikan suatu perubahan atau kemungkinan perubahan dalam rencana-rencana-Nya : Kejadian 6:6-7; Keluaran 32:12,14; Ulangan32:36; Hakim 2:18. Tetapi kata ini juga dipakai untuk mendeskripsikan penyesalan atas dosa didalam diri manusia: Hakim 21:6; Ayub 42:6; Yeremia 8:6; 31:19.
Kata lain yang lebih sering dipakai didalam Perjanjian Lama untuk pertobatan adalah kata shūbh . Kata ini berarti berbalik, pergi ke arah yang berlawanan. Kata ini menyatakan fakta bahwa pertobatan berarti perubahan dalam arah, dari jalan yang salah ke jalan yang benar. Pertobatan berarti berbalik dari dosa (1Raj. 8:35), dari kesalahan (Ayub 36:10), dari pelanggaran (Yesaya 59:20), dari kefasikan (Yeh. 3:19), dan dari jalan yang jahat (Neh. 9:35). Secara positif kata shūbh berarti berbalik kepada Allah: Maz. 51:15; Yesaya 10:21; Yeremia 4:1; Hosea 14:1; Amos 4:8; Malekhi 3:7.
Dua kata utama didalam perjanjian baru untuk pertobatan adalah metanoia dan epistrephō. Kata kerja yang berhubungan dengan kata metanoia adalah metanoeō; kata ini biasanya dipakai untuk menerjemahkan kata nicham didalam Septuaginta (Perjanjian Lama bahasa Yunani). Dan epistrephō biasanya dipakai untuk menerjemahkan kata shūbh di dalam Septuaginta. Walaupun tidak ada aturan yang pasti, tetapi kata metanoia secara umum tampaknya menekankan pada perubahan dalam batin yang tercakup didalam pertobatan, sementara epistrephō menekankan perubahan pada kehidupan lahiriah seseorang yang merupakan penerapan dan pengungkapan dari perubahan batin yang terjadi.
Sekarang mari kita lihat makna dari kata metanoia dan metanoeō. Kita biasanya cenderung memikirkan pertobatan, seperti yang dideskripsikan dalam kata metanoia, terutama secara negatif. Kita cenderung memikirkanya sebagai krisis emosional yang terdiri dari penyesalan atas dosa dan rasa takut akan hukuman., melibatkan penyesalan, perasaan bersalah dan banyak introspeksi. Pemahaman populer tentang pertobatan cenderung untuk membalikan pandangan orang Kristen ke belakang dan bukan ke depan, dan ke dalam daripada ke luar. Pandangan tradisional ini tampaknya memusatkan pandangan pada diri sendiri dan bukan pada orang lain, dan membawa pada sikap yang muram daripada kesalehan yang bersukacita.
Salah satu alasan bagi kesalahpahaman ini dapat ditemukan pada terjemahan standar untuk kata metanoeō. Versi Alkitab Latin Vulgata menerjemahkan kata ini menjadi poenitentiam agite (harafiah, “do penance; menyesal”), yang menunjukkan pemahaman eksternal dari pertobatan, seakan-akan pertobatan hanya terdiri dari melakukan sejumlah tugas tertentu untuk memuaskan tuntutan keadilan Allah. Versi Alkitab bahasa Inggris Katolik Roma, yaitu Douai Bible di bagian Perjanjian Baru-nya yang diterbitkan tahun 1582, meneruskan kesalahan ini dengan menerjemahkan metanoeō sebagai “menyesal”. Alkitab bahasa Jerman terjemahan Luther juga mengikuti tradisi Vulgata, menerjemahkan kata ini menjadi thut Busse, “menyesal”. Bahkan sejumlah Alkitab bahasa Jerman yang baru masih terus memakai ungkapan ini. Alkitab bahasa Perancis menerjemahkan kata metanoeō menjadi repentez-vous, yang menekankan perasaan bersalah dan penyesalan. Komentar serupa juga berlaku bagi kata yang dipakai didalam sejumlah Alkitab terjemahan bahasa Spanyol yang lebih lama, yaitu kata arrepentios . Berbagai versi bahasa Ingggris umumnya menerjemahkan metanoeō dengan kata repent - kata yang sangat menekankan perubahan di sisi emosional, menekankan perasaan bersedih atas dosa masa lalu.
Metanoeō dan metanoia memiliki makna yang jauh lebih kaya daripada yang dinyatakan oleh terjemahan yang ada. Kata benda ini merupakan gabungan dari meta dan nous. Meta berarti dengan, setelah, atau melampaui; dalam hal ini kata meta menunjukan perubahan dalam apa yang mengikutinya. Nous berarti pikiran, sikap, cara pikir, sikap dasar, karakter atau kesadaran moral. Maka secara harafiah, metanoia berarti perubahan pikiran atau hati. Metanoia mencakup lebih banyak aspek daripada sekedar perubahan intelektual. Metanoia mencakup suatu perubahan dari suatu pribadi secara utuh, dan didalam penampilan kehidupannya. Kita dapat berkata bahwa ini merupakan perubahan pikiran, perasaan dan kehendak. J.B. Philliphs menangkap kata metanoia ini dengan sangat baik: “kamu harus mengubah hati dan pikiranmu - karena kerajaan sorga telah tiba” ( Matius 4:17).
“Pertobatan memandang ke depan di dalam pengharapan dan antisipasi, sedangkan penyesalan atau perasaan bersalah hanya memandang ke belakang di dalam masa lalu”, demikian menurut Chamberlain dalam mengembangkan makna Alkitabiah dari kata pertobatan. Pertobatan bukan hanya berarti perubahan cara bertindak tetapi terutama lebih berkenaan dengan perubahan pada sumber tindakan itu, dan pada sumber motivasi kita. Doktrin pertobatan Perjanjian Baru memanggil pikiran manusia untuk dipolakan kembali sesuai dengan pikiran Allah, sehingga tindakan mereka dapat sesuai dengan kehendak-Nya, dan dapat mengambil bagian di dalam kekuasaan-Nya.
Chamberlain menyimpulkan, pertobatan dalam pengertian yang Alkitabiah berarti pembuatan manusia baru: “Pertobatan adalah perubahan pada rancangan hidup; keseluruhan pola hidup diubah; tujuan hidup menjadi berbeda; aspirasi hidup juga menjadi berbeda.” Pendek kata, pertobatan merupakan suatu perjalanan dari pikiran yang kedagingan kepada pikiran Kristus.
Dalam Perjanjian Baru, kata lain yang sering dipakai untuk pertobatan adalah epistrephō. Epi, artinya “kearah”; dan strephō berarti “berputar”, “berbalik”. Jadi epistrephō (pertobatan) adalah “berputar kembali” atau “berbalik ke arah”. Kata ini secara khusus dipakai untuk mendeskripsikan suatu tindakan berbalik dari dosa kepada Allah (Kis. 15:19; I Tes. 1:9). Dengan demikian, epistrephō mendeskripsikan suatu perubahan total di dalam perilaku, suatu pembalikan gaya hidup seseorang, suatu gerakan berputar kembali sepenuhnya.
Adalah hal yang menarik untuk diperhatikan bahwa terkadang Perjanjian Baru hanya memakai salah satu dari kedua kata ini (metanoia dan epistrephō) untuk mendeskripsikan pertobatan. Dalam KPR. 15:3, dipakai istilah epistrephō sedangkan KPR. 11:18 hanya menggunakan istilah metanoia). Pada bagian lain dalam Perjanjian Baru, kedua kata ini dipakai secara bersamaan, seperti di KPR 3:19-20, dimana Petrus mengatakan kepada orang-orang yang berkumpul di Serambi Salomo, “Karena itu sadarlah (metanoesate) dan bertobatlah (epistrepsate), supaya dosamu dihapuskan, agar Tuhan mendatangkan waktu kelegaan.” Kedua kata ini juga dipakai secara bersamaan di KPR. 6:30. Maka arti dari kedua kata ini dapat saling menggantikan.

C. PERLUNYA PERTOBATAN

Panggilan untuk bertobat pada Perjanjian Baru dimulai dalam Matius 3:2 dan diakhir dalam Wahyu 3:19. Untuk memperlihatkan arti penting pertobatan, berikut ini akan dikemukakan ayat-ayat yang membahas hal tersebut.
Injil Matius memberitahukan kepada kita mengenai dua (2) orang yang menunjukkan penyesalan atas dosa-dosa yang mereka lakukan. Pertama adalah Petrus, yang dengan sikap yang sangat memalukan telah menyangkal Yesus, Tuhannya. Dan Alkitab pun mencatat, setelah melakukan hal tidak terpuji itu, “ia pergi keluar dan menangis dengan sedihnya” (Mat. 26:75). Beberapa hari kemudian Yesus memulihkan Petrus dalam posisinya sebagai murid, dan memerintahkan dia untuk menggembalakan domba-domba-Nya (Yoh. 21:15:17). Orang kedua ialah Yudas yang mengkhianati Yesus hanya untuk memperoleh 30 keping uang perak. Ketika dia melihat Gurunya dijatuhi hukuman, Yudas “mempertobatkan dirinya sendiri (terj. dari versi KJV)” dan berkata, “Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah” (Mat. 27:3). Perasaan berdosa ini ditindaklanjuti dengan melemparkan uang perak yang didapatkannya itu ke dalam Bait Suci lalu Yudas pergi menggantung dirinya.
Melihat rasa berdosa dan tindakan pertobatan kedua orang tersebut di atas, terdapat perbedaan yang sangat besar. Rasa berdosa Petrus membuat dia mengambil suatu tindakan pertobatan yang membawa kepada pengampunan dan pemulihan. Tetapi tidaklah demikian dengan Yudas. Meskipun Yudas menyadari bahwa dia telah melakukan hal yang salah, tetapi tidak terdapat bukti bahwa dia mengakui dosa-dosanya kepada Tuhan Yesus dan memohon pengampunan kepada-Nya. Tindakan pertobatan Yudas tidaklah sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus. Yudas “dikuasai oleh penyesalan” yang sangat mendalam sehingga ia “mempertobatkan diri sendiri” (bhs. Yunani, metamelomai) dengan jalan bunuh diri.
Rasa bersalah ataupun berdosa belumlah cukup untuk menerima pengampunan tanpa disertai dengan tindakan pertobatan yang benar. Seruan untuk bertobat disampaikan bukan saja oleh Yohanes Pembaptis dan para rasul yang lainnya, tetapi juga oleh Tuhan Yesus sendiri. Pesan utama di dalam Khotbah di Bukit adalah bahwa untuk dapat memasuki Kerajaan Sorga, orang harus bertobat dari perbuatan dosa mereka, mengubah cara berpikir mereka seutuhnya dan berupaya mengikuti perintah Yesus.
Dalam kitab terakhir dari Alkitab, Tuhan yang ditinggikan, saat berbicara kepada jemaat Laodikia, mengulangi panggilan-Nya yang mendesak untuk bertobat: “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!” (Wahyu 3:9). Dan Petrus menjelaskan bahwa alasan mengapa Kristus belum kembali ke dunia adalah bahwa Dia menginginkan semua orang di segala tempat bertobat dan diselamatkan : “Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada orang yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Pet. 3:9).
Pertobatan sejati sangat penting artinya bagi setiap orang berdosa (yang telah melakukan pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah) yang mau menerima anugerah pengampunan di dalam Tuhan Yesus. Dan tindakan pertobatan haruslah menuju ke arah Kristus, sesuai dengan ajakan Firman Allah dan bukanlah hasil rekayasa pikiran manusia sempit dan bodoh.

D. HUBUNGAN ANTARA PERTOBATAN DENGAN IMAN

Orang sering bingung bila disodorkan pertanyaan : mana yang lebih dulu ada, pertobatan atau iman?. Sejumlah Teolog berkata bahwa pertobatan harus mendahului iman : “Pertobatan secara langsung membawa kepada iman yang menyelamatkan, yang pada dirinya merupakan kondisi dan instrumen dari pembenaran”. Teolog lain, sebaliknya, mempertahankan bahwa pertobatan mengikuti iman. John Calvin, misalnya, dengan tegas menyatakan : “Adalah fakta yang tidak terbantahkan lagi bahwa pertobatan bukan saja secara konstan mengikuti iman, tetapi juga lahir dari iman … Orang-orang seperti itu belum mengenal kuasa pertobatan …”
Adalah kurang tepat dan hanya menghabiskan waktu saja, jika terus dipeributkan – mana yang lebih dulu ada dari kedua aspek ini. Walaupun pertobatan dapat dan seharusnya dibedakan dari iman, tetapi keduanya jangan pernah dipisahkan. John Murray menanggapi hal ini secara arif, lewat pernyataannya :
“Iman yang memimpin kepada keselamatan adalah iman yang menyesali dosa-dosanya dan pertobatan yang membawa kepada kehidupan adalah pertobatan yang mempercayai Allah….. Iman adalah iman di dalam Kristus untuk keselamatan dari dosa. Tetapi jika iman diarahkan kepada keselamatan dari dosa, harus ada kebencian terhadap dosa dan keinginan pertobatan…. Dan jika kita ingat bahwa pertobatan merupakan tindakan berbalik dari dosa kepada Allah, maka berbalik kepada Allah ini mengimplikasikan iman kepada kasih setia Allah sebagai yang dinyatakan di dalam Kristus. Mustahil memisahkan iman dan pertobatan. Iman yang menyelamatkan dirembesi oleh pertobatan dan pertobatan dirembesi oleh iman.”

E. PERTOBATAN MERUPAKAN KARYA ALLAH DAN MANUSIA

Alkitab berbicara mengenai pertobatan sebagai karya Allah dan juga sebagai karya manusia. Kita telah melihat sejumlah ayat Alkitab di mana pertobatan dideskripsikan sebagai suatu karya manusia – yaitu di mana orang-orang didesak untuk bertobat dan kembali kepada Allah (Yes 55:7; Yeh. 33:11; Mat. 4:17; Kis. 3:19; 17:30; 26:18,20). Akan tetapi di KPR. 11:18, pertobatan secara jelas digambarkan sebagai karya Allah – atau lebih baik dikatakan suatu karya yang dimampukan oleh Allah untuk dikerjakan oleh manusia. Sudah pasti bahwa orang-orang berdosa harus bertobat, tetapi Allah-lah yang memampukan mereka untuk bertobat.
Sangatlah perlu bagi kita untuk melihat bagaimana Canon of Dort mengungkapkan aktivitas manusia menyangkut pertobatan mereka. Setelah mendeskripsikan cara supranatural yang dipakai Allah untuk memberikan regenerasi, Canon of Dort melanjutkan dengan mengatakan, “Dan sekarang, kehendak, yang telah diperbaharui itu, bukan hanya diaktifkan dan dimotivasi oleh Allah semata, tetapi sementara diaktifkan oleh Allah, kehendak itu sendiri juga aktif. Untuk alasan inilah, manusia sendiri, dengan anugerah yang telah diterimanya, juga benar dikatakan mempercayai dan bertobat.”

F. PERTOBATAN DIKERJAKAN SEUMUR HIDUP

Reformator Gereja Protestan, Marthin Luther dalam Tesis pertama dari 95 Tesisnya, berbunyi : “Tuhan dan Guru kami Yesus Kristus, ketika Dia berkata, Poenitentiam agite, berkehendak agar keseluruhan hidup orang-orang percaya haruslah merupakan pertobatan.” Selanjutnya, hal yang sama dikemukakan pula oleh John Calvin, yang juga merupakan salah seorang tokoh besar Reformasi :
Tentu saja pemulihan (gambar Allah) tidak terjadi dalam sekejap atau satu hari atau satu tahun; tetapi melalui kemajuan yang bertahap dan terkadang bahkan perlahan, Allah menghapuskan dari diri kaum pilihan-Nya kecemaran daging, membersihkan mereka dari kesalahan,, menguduskan mereka bagi diri-Nya sendiri sebagai bait-Nya, memperbaharui pikiran mereka semuanya menjadi kemurnian sejati, agar mereka dapat menjalankan pertobatan di sepanjang hidup mereka dan tahu bahwa peperangan ini hanya akan berakhir saat mereka mati.

Tuntutan Yesus agar kita menyangkal diri sendiri, mengangkat salib dan mengikuti Dia, mendeskripsikan apa yang harus kita lakukan di sepanjang hidup kita. Fakta bahwa pertobatan merupakan suatu aktivitas seumur hidup mempunyai sejumlah implikasi yang penting. Pertama, hal ini menunjukkan bahwa kita harus membedakan antara pertobatan awal yang terjadi dipermulaan kehidupan Kristen dengan pertobatan yang berlanjut di sepanjang hidup kita. Bukan saja terdapat suatu tindakan berbalik dari dosa dan kembali kepada Allah yang menjadi awal perjalanan seorang Kristen, tetapi juga menjadi karakter dari keseluruhan perjalanan hidup. Oleh karena itu, kita tidak boleh berpikir bahwa pertobatan hanyalah salah satu langkah di dalam proses keselamatan, melainkan, paling tidak dalam satu pengertian, kita harus memikirkan pertobatan sebagai satu aspek dari keseluruhan proses. Kehidupan Kristen dalam totalitasnya adalah kehidupan pertobatan.
Kedua, kita harus memperhatikan bahwa pertobatan dalam pengertian seumur hidup secara mendasar tidak berbeda dari pengudusan, walaupun pertobatan merupakan perwujudan pengudusan dari sudut yang unik. Semua poin yang telah dibahas mengenai pertobatan juga dapat diterapkan pada pengudusan, yaitu merupakan tindakan berbalik dari dosa dan kembali kepada Allah, suatu perubahan pola hidup, suatu perjalanan dari pikiran kedagingan kepada pikiran Kristus, melepaskan diri yang lama dan mengenakan diri yang baru. Dengan lain perkataan, istilah-istilah yang dipakai oleh Alkitab untuk mendeskripsikan proses keselamatan memiliki makna yang tumpang tindih. Keselamatan bukanlah banyak hal, melainkan hanya satu hal; tetapi satu hal ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.
Ketiga, harus diingat bahwa pertobatan dalam pengertian Alkitabiah sepenuhnya tidak pernah secara sempurna dikerjakan oleh manusia. Kapankah manusia secara total berpaling dari dosa dan kembali kepada Allah, dan dari pikiran kedagingan kepada pikiran Kristus? Pernahkah manusia secara sempurna membenci dosa? Kapankah seseorang pernah benar-benar bebas dari dorongan-dorongan yang muncul dari manusia lamanya, dan kapan seseorang menyatakan dengan tanpa cela manusia baru yang menjadi tujuan kehidupan ini. Setiap hari kita harus memohon pengampunan dari Allah, bukan hanya untuk dosa-dosa kita, tetapi juga untuk ketidaksempurnaan pertobatan kita. Pertobatan sebagaimana dideskripsikan di dalam Alkitab adalah suatu ideal yang tinggi; kita harus terus-menerus berupaya untuk menyatakannya, walaupun kita tidak akan pernah melakukannya secara sempurna di dalam hidup ini.

G. PERTOBATAN YANG TIDAK DITERIMA TUHAN

Ini adalah bagian terakhir dari bahasan kita dalam pelajaran Pendalaman Alkitab. Firman Allah berkata, “Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia surgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum.” (Ibrani 6:4-6).
Sebagian besar orang Kristen mengetahui tentang orang-orang yang karena satu atau lain alasan telah meninggalkan iman mereka. Mungkin mereka sesungguhnya tidak menyangkal iman, tetapi tentu saja mereka tidak mempraktekkannya. Kalau melihat ayat tersebut di atas, sebenarnya mereka adalah orang-orang yang sudah pernah bertobat, tetapi jatuh lagi dalam kubangan dosa yang akhirnya menyebabkan mereka menjadi murtad dari iman Kristiani. Menjadi pertanyaan, apakah benar ada orang yang tidak dapat dibawa kepada pertobatan? Mungkinkah orang yang telah mengalami Roh Kudus kembali tersesat dan terhilang untuk selamanya? Adalah penting untuk memilah-milah masalahnya dan menangani dengan teliti masalah yang sangat melibatkan perasaan pribadi ini.

Indikasi dari pertobatan yang tidak diterima/ditolak Tuhan adalah :
1. Bila seseorang secara sadar sedang mengamati karya Roh Kudus melalui Yesus, tetapi menyebutnya sebagai pekerjaan iblis (Markus 3:20-29). Ini berarti sengaja menolak bukti dari pengalamannya sendiri.
2. Bila seseorang telah melakukan dosa yang mendatangkan maut (1 Yoh. 5:16-17).
3. Bila seseorang memohon pengampunan sebelum bunuh diri (Mat. 27:3-5).
4. Bila seseorang melakukan pertobatan semu (Mat. 7:22-23).

Tetapi puji TUHAN, kita tidak diselamatkan karena kesempurnaan pertobatan kita. Kita diselamatkan bukan oleh perbuatan baik kita melainkan hanya oleh perbuatan Tuhan Yesus Kristus (Efesus 2:8-9). Alkitab memperingatkan kita semua untuk tetap mengerjakan keselamatan itu dengan takut dan gentar (Filipi 2:12), antara lain yang dapat dilihat lewat pertobatan yang dilakukan setiap hari.
Sebab itu, “Bertobatlah karena Kerajaan Sorga sudah dekat” (Matius 3:2, 4:17). Dan hasilkanlah buah-buah dari pertobatan itu (Matius 3:8). Imanuel … Amin.


Yang perlu direnungkan dan dilakukan : …..

“Tindakan Pertobatan kita dapat menggerakkan kesadaran intelektual, emosi & kehendak orang lain untuk melakukan hal yang sama”

“Khotbah yang paling menyentuh bukanlah ketika kita sedang berada di atas Mimbar tetapi ketika kita menghasilkan buah-buah pertobatan yang dapat dilihat, dinikmati dan diteladani orang lain”


NIL NISSI CRISTUM
(HIDUP INI TIADA ARTINYA TANPA KRISTUS)

Tuhan Yesus memberkati …

Selasa, 25 Agustus 2009

OKULTISME MILENIUM

OKULTISME ERA TEKNOLOGI MILENIUM
(PERZINAHAN ROHANI YANG MENGGEROGOTI IMAN KRISTEN)



Secara etimologis okultisme berasal dari bahasa Latin, “occultus” yang artinya tersembunyi, rahasia, gaib, misterius, kegelapan. Bila didefinisikan (terminologis), okultisme adalah paham yang menganut dan mempraktekkan kuasa dan kekuatan dari dunia kegelapan atau dunia roh-roh jahat.
Okultisme dibagi atas dua bagian besar menurut Alkitab yakni “ilmu tenung”; yang memberikan pengetahuan tentang manusia, kejadian dan keadaan melalui cara-cara supraalami. Bagian ini lebih “lunak” tipenya. Contoh, takhyul, ramalan astrologi, palmistri, spiritisme, astromantik, chromancy dan geomancy daripada “saudara kembarnya”, “ilmu sihir/ meramal”; yang menggunakan berbagai sarana untuk mempengaruhi pancarindera jasmani. Contoh, obat bius, reramuan, pelet, santet, guna-guna, jimat, mantera, ilmu gaib, tenaga dalam dan beberapa jenis/aliran musik, seperti metal, rock, dll., yang satanisme/demonistis.
Penggagas utama/tokoh intelektual dari okultisme adalah iblis dan para setan (Yoh. 8:44; Kis. 10:4-10; 2 Tes. 2:9).
Berbagai bentuk kegiatan okultisme yang dipromosikan/disosialisasikan melalui media massa dan media elektronik yang bebas hambatan (lolos sensor) mendapat sambutan hangat dalam masyarakat pada segala strata kehidupan baik pribadi, keluarga, kelompok ataupun etnis bahkan dalam golongan agama ataupun aliran kepercayaan di negara-negara berkembang, juga di negara-negara yang paling maju dalam teknologi dan informatika bahkan yang lebih ironisnya, praktek okultisme juga marak di kalangan masyarakat Kristen.

Bentuk-bentuk Okultisme Yang Biasa Ditemui di Masyarakat

Takhyul
Takhyul merupakan kepercayaan tidak beralasan yang berasal dari iblis dan menusia. Kemudian, manusia menaati karena kuatir dan takut jika melanggar keyakinan tersebut (Yer 17:5).

Ramalan Nasib

1. Astrologi
Astrologi merupakan gabungan antara ilmu Astronomi dengan ilmu ramal. Astrologi dapat dilihat jutaan orang setiap hari melalui surat kabar, majalah, radio, TV, internet (Ul.17:2-5).

2. Ramalan Melalui Benda-benda
Ramalan yang menggunakan kartu, daun teh, kopi, lidi (ciamsie) atau hati binatang digunakan untuk mengetahui masa depan seseorang sesuai tulisan, kode, angka atau simbol yang tertera dalam benda-benda yang dipakai untuk meramal (Im.19:26).

3. Ramalan Menggunakan Telapak Tangan
Ramalan ini biasa ditemui di masyarakat. Ramalan ini diyakini dapat memberi petunjuk masa depan seseorang sesuai garis tangannya (Yer. 29:11).

4. Ramalan Astromantik
Ramalan ini digunakan meramalkan situasi yang terjadi dalam suatu negeri berdasarkan bintang yang kelihatan. Misalnya, munculnya komet (bintang berekor) sering diramalkan akan terjadinya suatu goncangan politik dan kepemimpinan (Mat.2:5).

5. Ramalan Tongkat, Pendulum dan Bola Kristal
Orang Yunani, Romawi, Skit dan Jerman sering menggunakan tongkat untuk meramal dan mencari petunjuk dari dewa.

6. Chronomancy
Chronomancy adalah ilmu ramal yang dipakai untuk menentukan hari baik atau buruk. Misalnya, memilih hari untuk pindah rumah, pernikahan, memulai usaha baru. Chronomancy dilakukan orang Jawa.

7. Geomancy
Geomancy merupakan ilmu ramal yang berhubungan dengan keberuntungan, kesehatan berdasarkan tata letak bangunan, rumah dan ruangan.

8. Permainan Jailangkung (Quija)
Permainan ini banyak dilakukan remaja-remaja di berbagai negara. Inti permainan ini berkomunikasi dengan roh-roh jahat (spiritisme) untuk menanyakan masa depan seperti jodoh, pekerjaan, nasib, keuangan, sekolah (Im. 19:31, 20:6).

C. Jimat dan Perhiasan
Jimat dan perhiasan yang disebut amulet biasa dipakai dalam okultisme. Amulet berasal dari bahasa Latin yang artinya pertahanan. Amulet adalah jimat atau benda perhiasan yang digunakan untuk menangkal kuasa jahat (Wah. 16:14).

Benda-benda Aneh Untuk Kekuatan Magis
Beberapa dukun menyimpan benda-benda aneh seperti janin yang gugur. Janin tersebut dikeringkan, kemudian dibuatkan baju, tempat tidur dan diberi makanan bayi sebagai sesajen pada saat-saat tertentu. Janin tersebut “anak ambar” atau “jenglot” yang dipakai dukun untuk meramal atau mengetahui masa depan bagi anak-anak yang dibawa orang tuanya (Ul. 7:25-26).

Magi, Sihir atau Tenaga Dalam
Kata magic berasal dari kata magus (Persia kuno). Magus adalah golongan imam dari agama Zoroaster yang sering melakukan perbuatan ajaib dengan pertolongan jin (Kel. 21:14).

Kekebalan Tubuh
Di berbagai negara Asia, khususnya di Indonesia, praktek berpuasa dan bersemedi untuk meningkatkan tenaga dalam agar tidak mempan senjata tajam. Biasa ditemui di lingkungan masyarakat yang keras. Mereka biasanya memakai mantera-mantera pengundang roh, berpuasa dan bersemedi agar mampu bersaing dengan lawan yang lebih besar.

Mengendalikan Pikiran Orang Lain
Praktek okultisme yang sering dilakukan orang adalah mengendalikan pikiran orang lain dengan ilimu pelet. Pengasihan, sihir atau hipnotis sehingga pikiran dan kesadaran seseorang dikendalikan iblis atau jimat-jimat yang diberi mantera khusus oleh dukun (Ef.3:20).

Yoga
Yoga berhubungan dengan latihan-latihan pernafasan, posisi tubuh dan meditasi atau pengosongan pikiran (Kej. 2:7).

l. Necromancy atau Spiritisme
Necromancy atau spiritisme merupakan komunikasi dengan roh-roh jahat melalui mediumik (dukun atau perantara). Mediumik berkomunikasi dengan roh-roh jahat untuk meminta petunjuk, nasihat, kekuatan, keberanian, bimbingan dalam mengambil keputusan-keputusan penting (1 Sam. 28:3-5).

PENGAMPUNAN

MATERI PENDALAM ALKITAB

PENGAMPUNAN

(REALITA KEHIDUPAN KRISTEN)


Mengampuninya? Setelah semua perbuatannya terhadap saya? Sudah keterlaluan! Saya manusia biasa. Saya sangat sakit hati dan tidak bisa melupakannya. Saya tidak suka melihat wajahnya lagi. Saya tidak akan pernah mengampuninya.

Mengampuni diri saya? Bagaimana sampai saya telah melakukan hal yang mengerikan itu? Saya telah terus-menerus membuat kesalahan-kesalahan bahkan dosa-dosa yang sama walaupun saya telah diperingatkan dan berusaha untuk tidak melakukannya. Bagaimana Allah dapat mengampuni saya? Saya tidak pernah dapat memaafkan diri saya.

Pengakuan-pengakuan tersebut di atas sering didengar dari orang-orang yang telah sekian lama menjadi Kristen namun diasuh tanpa pernah memahami sepenuhnya pengampunan dari Allah dan pengaruhnya atas setiap tingkat kehidupan mereka.

Hal yang paling menyedihkan dari semua ini adalah belenggu yang dialami orang-orang tersebut bila mereka tidak memahami luasnya pengampunan Allah. Itulah belenggu yang membuat kemampuan mereka menjadi lumpuh untuk mengasihi dan menerima orang-orang yang mereka yakini dalam hati paling layak menerima kasih mereka. Ketidakmampuan melepaskan pengampunan, menjadi suatu belenggu yang melumpuhkan pernikahan sejak awalnya, belenggu ini sering diwariskan dari satu generasi kepada generasi berikutnya sehingga menghentikan kehidupan berkelimpahan yang dijanjikan Kristus kepada orang-orang yang mau percaya. Bahkan lebih menyedihkan lagi, mereka yang menyebut dirinya para pelayan Tuhan terhambat & tertambat erat dalam ikatan belenggu ini, sehingga menyebabkan visi & misi pelayanan Gereja menjadi tersendat.

Pengampunan merupakan kasih karunia Allah yang dilepaskan bagi manusia agar dapat keluar dari belenggu dosa kebencian, akar kepahitan, amarah, kedengkian, sakit hati, kekecewaan, permusuhan, pertengkaran, fitnah, pembenaran diri dan menyalahkan orang lain, dll. Pengampunan telah tersedia (diberikan) ketika manusia pertama yakni Adam dan Hawa jatuh dalam dosa di Taman Eden (Kejadian 3:8-9, 21).

  • STUDI KATA

Dalam PL (Perjanjian Lama), terdapat 46 kali penyebutan kata pengampunan yang terambil dari bahasa Ibrani “sālah”. Terjemahan kata “sālah” dalam bahasa Inggris adalah “to forgive” (memaafkan), bahasa Aram & Syria dipakai sebutan “to pour out” (menumpahkan keluar/dibuang/dikeluarkan/tidak diingat-ingat). Dalam PL, kata ini timbul untuk pertama kalinya tercatat ketika Musa memohon pengampunan untuk bangsa Israel (Keluaran 34:9). YHWH (Allah Bapa) adalah sumber pengampunan.

Pengampunan yang terdapat dalam PL adalah suatu bentuk typology dari bayangan pengampunan yang telah dikerjakan oleh Jesus Kristus. Para pemercayaj (orang-orang percaya) yang hidup pada masa PL yakin bahwa “pengampunan” didasarkan atas pengorbanan (Bil. 15:25, 28). Dan para Imam memegang peranan penting dalam usaha pendamaian dengan Allah yakni sebagai pemimpin upacara korban penghapus dosa didalam Kemah Pertemuan orang Israel. Pengorbanan selalu dihubungkan/dikaitkan dengan penebusan dosa. Tidak akan pernah ada “pengampunan” tanpa mencucurkan/mengeluarkan darah. (Imamat 4:20; Ibrani 9:22).

Dalam Septuaginta (terjemahan kitab Perjanjian Lama), kata “sālah” lebih sering diterjemahkan sebagai hileos einai (to be gracious/belas kasihan, be merciful/kemurahan hati), hilaskesthai (to propitiate/meredakan amarah, to expiate/menebus dosa) dan apievai (to forgive, pardon, leave, cancel).

Perjanjian Baru (PB) memakai istilah “aphiēmi” (bhs. Greek) dengan pengertian utama adalah “to send fort (mengeluarkan), send away (mengusir). Kata “aphiēmi” juga dapat menunjuk pada pengertian “to remit or forgive” (mengampuni, membebaskan atau memaafkan) untuk hal-hal berikut seperti, hutang (Mat. 6:12; 18:27, 32) yang benar-benar telah dibatalkan; dosa-dosa (Mat. 9:2,5,6; 12:31-32; KPR. 8:22; Rom. 4:7; I Yoh. 1:9; 2:12). Pengampunan (“aphiēmi”) ini dapat dijabarkan lagi dalam : pertama, pembebasan dari hukuman karena melakukan dosa.

Dalam Perjanjian Lama korban penghapusan/penebusan dosa dan “pengampunan” seringkali dipakai bersama-sama, Imamat 4:20, 26.

Kata Kerja ini digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menunjuk/menyebut : kesalahan (paraptōma), Mat. 6:14-15 ; dosa (hamartia), Luk. 5:20; hutang (opheilēma), Mat. 6:12 (opheilē), 18:32 (daneion), 18:27; niat (dianoia) hati, Kis. 8:22.

Kaluptō, “menutupi” (I Pet. 4:8, Yak. 5:20); dan epikaluptō “menyelubungi/menutupi” (Roma 4:7), mewakili/menunjukkan kata-kata Ibrani untuk taubat/penebusan kesalahan/dosa.

Pengampunan manusia sejalan dengan pengampunan dari Tuhan(Mat. 6:12). Jika syarat-syarat tertentu telah dipenuhi, maka tidak ada batas untuk hukum Kristus bagi pengampunan(Mat. 18:21-22). Syarat-syaratnya adalah menyesal/bertobat dan mengaku dosa Matius 18:15-17, Wahyu 17:3.

Adapun batas yang memungkinkan pengampunan Tuhan lihat Mat. 12:32 (menentang Roh Kudus), I Yoh. 5:16 (dosa yang mendatangkan maut).

Pengertian yang berikut dari kata pengampunan dalam bahasa Greek adalah charizomai (menyimpan kemurahan hati tanpa syarat). Digunakan baik untuk pengampunan Tuhan Ef. 4:32, Kol. 2:13, 3:13; maupun manusia Luk. 7:42, 43, 2 Kor. 2:7, 10, 12:13, Ef. 4:32.

  • TERMINOLOGI

Pengampunan adalah wujud kekuatan kasih Allah dan sifat Allah yang diberikan kepada manusia. Pengampunan adalah prakarsa Allah dalam tindakan untuk memerdekakan manusia dari ancaman hukuman kekal akibat dosa dan juga adalah suatu tindakan manusia untuk memerdekakan manusia lain dari kewajibannya sebagai akibat dari kesalahan yang diperbuatnya. Misalnya, suatu utang diampuni bila Anda memerdekakan orang yang berutang pada Anda dari kewajibannya membayar kembali apa yang dipinjamnya dari Anda (Matius 18:23-35).

Dengan demikian maka pengampunan melibatkan 3 (tiga) unsur yaitu : kerugian, utang – sebagai akibat dari kerugian itu dan pembatalan dari utang itu. Manusia akan terbelenggu bila proses ini diabaikan. Kebanyakan orang menderita karena sikap tidak suka mengampuni, tidak tahu bahwa sikap ini adalah akar dari masalah yang dihadapi. Yang mereka ketahui hanyalah bahwa mereka “tidak tahan” berada di sekitar orang-orang tertentu. Mereka mendapati diri mereka ingin melabrak orang bila suatu bahan percakapan sedang dibahas. Mereka merasa gelisah berada di dekat jenis kepribadian tertentu. Mereka mudah marah karena soal-soal kecil. Mereka selalu bergumul dengan rasa bersalah atas dosa-dosa yang dilakukan pada masa lampau. Mereka tak dapat melepaskan diri dari perasaan yang bertentangan untuk membenci orang-orang yang paling mereka kasihi. Perasaan dan pola perilaku semacam itu menunjukkan bahwa seseorang belum mengerti pengampunan dari Allah dan maksud pengampunan itu.

Bila orang-orang menolak untuk mengampuni orang lain untuk kesalahan yang dilakukan atas diri mereka, maka mereka juga mengatakan hal yang sama atas diri sendiri. Tetapi sebagai ganti menyandera orang sebelum mereka memperolah tuntutannya, mereka menahan kasih, sambutan, kehormatan, pelayanan, kemarahan, kesabaran ataupun yang dihargai orang lain. Pesan yang sering dikirimkan adalah “Sebelum saya merasa Anda telah membayar kepada saya atas kesalahan yang dilakukan terhadap saya, Anda takkan memperoleh sambutan saya.” Bila melihat definisi tersebut di atas, maka unsur yang hilang dari skenario ini adalah pembatalan utang. Orang-orang yang menolak untuk mengampuni berarti menolak juga pembatalan utang itu.

  • IMAN DAN PENGAMPUNAN

Suatu kebiasaan yang paling sulit dihilangkan ialah bermain dengan waktu atau yang lebih dikenal dengan permainan waktu. Ketika kita merasa bersalah atau berdosa, kita akan memohon kepada Allah untuk mengampuni kita. Tetapi tergantung pada besarnya dosa. Terkadang kita akan menunggu sekitar 1 jam, dan adakalanya sampai hari berikutnya. Tanpa kita sadari, telah menghukum diri sendiri. Mungkin diantara kita ada yang berpikir, dengan meluangkan beberapa waktu setelah melakukan dosa, sebagai suatu usaha untuk meredakan amarah Allah terhadap kita. Tapi sebenarnya kita tidak bisa berjalan terus seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Mungkin kita mengerti segala sesuatunya tentang teologi pengampunan dalam benak/alam pikiran rasionil kita, tapi tidak dapat diterima oleh hati, emosi dan tindakan kita.

Banyak orang bisa menganggukkan kepala tanda setuju selagi pendeta menguraikan tentang kasih Allah yang tak bersyarat dan hasrat-Nya untuk memulihkan persekutuan dengan pria dan wanita yang terhilang. Tapi ketika ditanyakan, “Apakah Saudara berpendapat bahwa Allah benar-benar sudah mengampuni Saudara?”, lalu terdengarlah jawaban “Saya harap begitu,” atau Saya kira kita tidak tahu sampai kesudahannya kelak. Bagi banyak orang Kristen masih tersisa benih keraguan bahwa semua dosa pibadi mereka sungguh-sungguh telah diampuni, bahwa Allah benar-benar tidak menyimpan dendam terhadap mereka.

Sebelum yakin dengan kekuatan iman yang kita miliki dan sebelum menyelesaikan soal pengampunan secara tuntas, maka ada 2 (dua) hal yang selalu terjadi dalam kehidupan kekristenan kita. Pertama, kita takkan pernah mempunyai cukup keyakinan ketika kita memohon kepada Bapa kita yang di surga karena selalu merasa bahwa Tuhan menyimpan dendam terhadap kita. Kedua, kita akan menempatkan orang lain pada neraca yang kita gunakan untuk diri sendiri, yakni selalu mencoba melakukan sesuatu untuk memastikan pengampunan kita kepada orang tersebut. Kita juga akan mempunyai kecenderungan mengingatkan orang lain tentang kegagalan mereka dan kebutuhan mereka untuk menebusnya dengan suatu cara.

Allah menghendaki kita hidup dengan keyakinan sempurna bahwa kita telah diampuni selengkapnya. Untuk memudahkan ini, dia telah menyediakan petunjuk-petunjuk untuk memastikan hadiah pengampunan-Nya telah diterapkan pada situasi setiap orang.

Hukum orang Lewi di Perjanjian Lama melukiskan cara seseorang menjadi penerima tawaran pendamaian dari Allah (baca, Imamat 1:4). Seseorang harus membawa persembahan korban yang memenuhi standar tertentu lalu mempersembahkannya di atas mezbah. Dan bukan saja harus membawa seekor hewan untuk korban, tetapi orang tersebut harus meletakkan tangannya ke atas kepala hewan itu ketika dikorbankan. Dengan demikian, dia mempersamakan dirinya dengan hewan yang sekarat itu dan janji Allah mengenai pendamaian itu diperhitungkan atas dirinya.

Bagaimana dengan kita yang hidup pada masa Pernjanjian Baru ? Sama seperti pemercaya Perjanjian Lama, harus mempunyai cara untuk menerima janji Allah mengenai pengampunan. Bedanya, kita tidak lagi harus disibukkan dengan menyembelih hewan korban lalu dipersembahkan di atas mezbah, tetapi kita harus memiliki iman, untuk menjadikan hadiah pengampunan dari Allah itu sebagai milik kita.

  • PENGAMPUNAN DAN PENGAKUAN

Setelah memeriksa dan mempelajari bagian Allah dalam pengampunan, maka kini kita dapat bertanya pada diri sendiri bagaimana dengan tanggung-jawab kita terhadap prakarsa Allah tersebut. Suatu perumpaan yang diberikan Tuhan Yesus dalam Lukas 15:11-24 (tentang AnakYang Terhilang), menjadi suatu pelajaran yang sangat berarti dalam kita menanggapi/merespon tawaran sifat Allah ini.

Beranjak dari kegagalan, tanpa pengharapan dan kerendahan hati, dia mengambil keputusan untuk kembali kepada ayahnya. Dia (anak yang terhilang tersebut) datang untuk mengakui dosa-dosanya kepada ayahnya. Penting untuk dicatat bahwa sebelum anak yang hilang ini dapat mengakui kegagalannya kepada ayahnya, “Ayah-nya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan; ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.” Sambutan dan pengampunan yang diterima oleh anak itu tidak tergantung pada pengakuannya. Sang ayah tidak digerakkan untuk mengampuni berlandaskan pengakuan putrnya tentang kehidupannya dalam dosa. Anak yang terhilang ini telah diampuni oleh ayahnya ketika ia melangkah keluar meninggalkan rumahnya. Dan pengampunan sang ayah tetap tidak berubah sampai kapanpun, sampai anak ini kembali ke pangkuan ayahnya.

Mengapa Alkitab mengajar kita harus mengakui dosa kita jika kita telah diampuni ? Apakah peranan pengakuan itu? Jika kita telah diampuni, tampaknya pengakuan tidak perlu bukan?

Kata Yunani yang digunakan untuk kata mengaku berarti “setuju dengan”. Bila kita mengakui dosa-dosa kita kepada Bapa Surgawi, maka kita menyatakan setuju dengan Dia dalam sikap-Nya mengenai dosa; yaitu dosa itu melawan Dia, dosa itu merusak maksud-Nya bagi hidup kita dan dosa itu membawa bersamanya akibat yang akan terbukti menyakitkan.

Pengakuan juga berarti bahwa kita menerima tanggung jawab atas tindakan-tindakan kita. Kita tidak menyalahkan orang lain untuk tindakan kita. Pengakuan berarti bahwa kita melihat diri kita dalam hubungan dengan perbuatan dosa kita tepat seperti Allah melihatnya (1 Yohanes 1:9).

  • MENGAMPUNI DIRI SENDIRI

Pengampunan dilandaskan atas karya penebusan dari Salib, bukannya atas apa pun yang kita lakukan. Pengampunan dari Allah tidak bergantung pada pengakuan kita, demikian pula persekutuan-Nya. Pengakuan adalah sarana untuk melepaskan kita dari ketegangan dan belenggu rasa bersalah. Bila kita berdoa, Allah, Engkau benar. Aku telah berdosa kepada-Mu. Aku bersalah mengenai tindakan ini. Aku bersalah mengenai pikiran ini, maka kita mencapai kelepasan.

Persekutuan kita dengan Allah tidak dipulihkan oleh pengakuan, namun makna persekutuan kita dengan Allah dipulihkan. Bila kita berbuat dosa, berarti kita menarik persekutuan kita dari Allah; Dia tidak menarik persekutuan-Nya dari kita. Pada saat kita menerima Tuhan Jesus sebagai Juruselamat, Dia menjadi kehidupan kita. Tetapi kesanggupan kita untuk menikmati pengampunan -- kesanggupan kita untuk menikmati hati nurani yang bersih – dilandaskan kesediaan kita untuk mengakui dosa itu.

Pengampunan tak pernah lengkap sebelum, pertama, telah mengalami pengampunan dari Allah, kedua, kesanggupan untuk mengampuni diri sendiri, ketiga, dapat mengampuni orang lain yang telah berbuat salah kepada kita.

Orang-orang sering berkata, “Aku tahu bahwa Allah telah mengampuni diriku. Dan aku yakin bahwa aku telah mengampuni mereka yang bersalah kepadaku. Tetapi aku masih belum merasakan sejahtera dalam hatiku. Ada sesuatu yang tidak beres.” Sering keadaan yang resah ini dapat merupakan sikap enggan mengampuni yang terarah kepada diri kita sendiri. Tidak akan ada sejahtera di hati kita sebelum mengampuni diri kita sendiri atas kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan. Kita harus bersedia mengampuni diri kita sendiri sebelum kita melepaskan pengampunan kepada orang lain. Tetapi bila kita memilih untuk tidak mengampuni diri kita sendiri seperti Allah telah mengampuni kita, maka akibat-akibat yang akan kita alami adalah :

  1. Menghukum diri sendiri.

  2. Hidup dalam ketidakpastian (selalu bimbang).

  3. Rasa ketidaklayakan.

  4. Tingkah laku yang berlebihan.

  5. Mengembangkan kerendahan hati yang palsu.

  6. Pelucutan diri dari hal-hal yang Allah ingin kita menikmatinya.

Beberapa alasan mengapa orang tidak bisa mengampuni dirinya sendiri :

  1. Percaya akan pengampunan berlandaskan kinerja.

  2. Kecewa terhadap diri sendiri.

  3. Penyesuaian dan penyerahan kepada rasa bersalah.

  4. Mengharapkan dosa yang terulang.

Cara yang dapat diterapkan agar dapat mengampuni diri sendiri :

  1. Kenali masalahnya.

  2. Bertobatlah dari dosa.

  3. Mengukuhkan kembali kepercayaan.

  4. Akuilah kebebasan dan pilihlah untuk menerimanya.

  • MENGAMPUNI ORANG LAIN

Pengampunan ialah sesuatu yang harus ditangani dengan cara apapun. Hal yang mungkin memerlukan waktu yang singkat untuk menyelesaikannya, mungkin terjadi suatu proses yang memerlukan waktu, doa dan nasihat rohani dari seseorang yang lain. Tetapi itu merupakan suatu proses yang tak dapat kita abaikan, jika kita ingin bebas untuk menjadi orang-orang yang sesuai dengan rencana ciptaan Allah. Jika kita menolak untuk mengatasi kepahitan dan dendam yang membelenggu, maka kita tidak akan mengalami persekutuan dengan Allah Bapa yang memang seharusnya kita alami.

Salah satu batu sandungan menuju pengampunan orang lain ialah semua keterangan yang keliru yang telah masuk kedalam teologi kita. Sebagian dari gagasan-gagasan ini telah menyelinap masuk melalui penggunaan ungkapan yang sama secara berulang-ulang. Gagasan lainnya telah diteruskan dari generasi ke generasi tanpa suatu landasan Alkitabiah apapun.

Mengampuni orang lain adalah suatu tindakan kemauan yang melibatkan beberapa langkah penting : 1. Haruslah menyadari bahwa kita telah diampuni sepenuhnya.

2. Membebaskan seseorang dari kesalahan yang kita sangkakan padanya.

3. Menerima orang lain seadanya.

4. Pandanglah orang lain sebagai sarana pertumbuhan.

5. Melakukan perdamaian dengan mereka yang terpisah dari kita.

Bagaimana jika orang yang telah kita ampuni menyakiti kita lagi? Bagaimana jika hal yang serupa terjadi lagi? Apakah itu akan menjadikan hal yang kita telah lakukan kurang nyata?

Bila ini terjadi, perlulah diingat bahwa pengampunan adalah tindakan kemauan. Keputusan awal untuk mengampuni orang lain itu harus diiringi dengan perjalanan iman pengampunan. Pelanggaran baru dapat diampuni pada saat itu terjadi tanpa mengaitkannya dengan pelanggaran masa lalu yang telah diampuni. Sangat penting untuk diingat bahwa pengampunan adalah untuk keuntungan kita. Tingkah laku orang lain mungkin tidak pernah berubah, terserah kepada Allah, bukan kepada kita, untuk mengubah orang itu. Kita hanyalah bertanggung jawab untuk dibebaskan dari tekanan dan beban dari sikap yang enggan mengampuni.

Jika berhasil melepaskan pengampunan bagi orang lain, maka beberapa hal positif akan terjadi dan dirasakan oleh kita :

  1. Perasaan-perasaan negatif kita akan lenyap.

  2. Lebih mudah menerima orang yang telah menyakiti kita tanpa merasa terlalu perlu untuk mengubahkan mereka.

  3. Keprihatinan mengenai kebutuhan orang lain akan melebihi keprihatinan kita tentang perbuatan mereka kepada kita.

Pengampunan adalah suatu proses yang dapat menyakitkan dan terkadang nampak tak ada akhirnya. Apapun penderitaan dan situasinya, bukanlah alasan untuk dapat mempertahankan sikap enggan mengampuni lebih lama lagi. Kita harus terlibat dalam proses mengampuni orang lain dan menemukan makna pembebasan sesungguhnya. Jika kita mau bertekun dan tetap mengarahkan pandangan kepada Tuhan Yesus yang telah lebih dahulu mengampuni kita, maka hal itu akan menjadi suatu kekuatan pembebasan yang tiada taranya yang pernah kita alami. Imanuel… Amin.

Rabu, 10 Juni 2009

PELAYANAN MULTIDIMENSIONAL

            PELAYANAN MULTIDIMENSIONAL GEREJA
                                     (OPTIMALISASI MISI PENUAIAN)


Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah.    (Kisah Para Rasul 20:24)


Gereja sedang berada ditengah-tengah dekadensi moral yang sangat memprihatinkan sebagai akibat negatif dari semakin canggihnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern secara universal dan di Indonesia pada khususnya. Dari sudut pandang positif, perkembangan pola kehidupan modern berteknologi tinggi ini membantu gereja dalam pelayanan misi untuk menjangkau jiwa-jiwa yang belum pernah mendengar berita keselamatan (Injil Yesus Kristus) yakni hanya melalui media informasi audio visual/elektronik dan media cetak. Tetapi disisi lainnya, gereja terbuai dan cenderung menjadi “malas” untuk secara maksimal mengolah dan menggunakan seluruh potensi pelayanan internal dalam bidang koinonia, marturia dan diakonia. Apalagi menghadapi konflik horizontal antar etnis dan umat beragama yang semakin meluas hampir tak terkendali. 

Walau tidak dapat dikatakan secara keseluruhan, gereja sepertinya “enggan” untuk mengutus para misionarisnya ke daerah-daerah yang rawan konflik. Gereja lebih memilih jalur “aman” (statis), dengan teguh mempertahankan status quo sambil menunggu masa pencerahan dari iklim politik dan ekonomi Dalam Negeri yang sedang diliputi kabut krisis yang seakan tiada berakhir ini. Memang secara merk organisasi gereja nampaknya bertambah dan bentuk fisik bangunan gerejapun tetap eksis walau harus terus-menerus diperbaiki ataupun membangunnya dari awal akibat amukan massa. Namun jika diteliti/dicermati secara lebih obyektif, pertambahan denominasi/merk gereja dan atau pertambahan jumlah anggota jemaat pada sebuah denominasi yang sudah ada, hanyalah merupakan bentuk “nomaden” atau migrasi anggota jemaat dari satu gereja lokal ke gereja lokal lainnya yang berbeda merk. Hal inilah yang disebut sebagai "rotasi jemaat dalam orbit denominasi" dan bukanlah tuaian jiwa-jiwa baru sebagaimana misi agung yang diperintahkan oleh kepala gereja Tuhan Yesus Kristus (baca Matius 28:18-20).

Kini saatnya gereja bangkit dan bergerak secara optimal untuk menjaring jiwa-jiwa baru dengan cara memberdayakan seluruh potensi internal gereja melalui jawatan-jawatan pelayanan seperti yang dikaruniakan Kristus. Gereja harus mengadakan terobosan pelayanan ke setiap lini kehidupan masyarakat sekitar. Transformasi rohani dapat menembus setiap strata, perorangan ataupun kelompok orang bila secara proaktif gereja menyikapinya. Gereja tidak boleh statis dan merasa puas diri dengan jumlah anggota jemaat atau bentuk-bentuk pelayanan yang sudah ada.

Masa anugerah akan segera berakhir. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya penggenapan nubuatan dan tanda-tanda zaman seperti yang tertulis dalam Alkitab. Bila ditinjau dari perjalanan zaman (peta zaman), maka posisi gereja saat ini berada dalam "masa kerja 1 jam terakhir" menjelang malam/kegelapan/kesukaran besar dimana Injil Kerajaan Allah akan di angkat (baca Matius 20:6,12a; Yohanes 9:4, band. Pengkhotbah 9:10; Matius 24:14). 

Perlu dipahami secara benar bahwa pelayanan misi penuaian saat ini bukan lagi milik seseorang atau sekelompok orang yang menyebut diri ataupun menerima predikat “Gembala, Ketua Jemaat, Bishop, Pastor, Penatua, Syamas, Penginjil ataupun sebutan sejenis lainnya” dalam artian yang sangat sempit, tetapi misi ini milik setiap pribadi yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai TUHAN. Gereja harus “all out” (mobilisasi total) dalam menerapkan strategi pelayanan terakhir sebelum kedatangan Gembala Agung segala domba yaitu Tuhan Yesus Kristus. Gereja harus masuk dan bergerak dalam lini pelayanan multidimensional jika ingin mencapai target penuaian akbar bagi Kerajaan Allah. Tidak ada pilihan lain, gereja harus menggalang persatuan internal jemaat lokal dan antar denominasi untuk memperoleh kekuatan penuh guna melaksanakan tugas akhir yaitu “merampas mereka yang sementara menuju ke dalam api neraka” (Yudas 1:23a).
A. PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR

Gereja (ekklesia) berarti persekutuan segala orang percaya dari segala tempat dan segala abad yang adalah merupakan tubuh Kristus (Kol. 1:18); sering disebut juga “the invisible church / gereja yang tidak kelihatan secara fisik” (Matius 16:18); jemaat yang berkumpul di suatu kota (KPR. 5:11); jemaat yang berkumpul disebuah rumah (Roma 16:5).

Pelayanan multidimensional adalah pelayanan gereja pada semua strata/level/lapisan kehidupan masyarakat dan dalam semua bidang/dimensi/ruang/aspek/lapangan pekerjaan dengan tidak lagi melihat latar belakang ataupun perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam obyek pelayanan tersebut. Atau dengan lain perkataan, pelayanan yang berdimensi banyak yang tentunya melibatkan banyak gereja (secara keseluruhan) guna mencapai hasil akhir yang melimpah dalam menuai jiwa-jiwa baru/para petobat baru.

Optimalisasi misi penuaian, adalah mendayagunakan dan memaksimalkan potensi pelayanan misi yang terdapat dalam gereja secara organisatoris/kelembagaan maupun secara organis/pribadi. Gereja harus proaktif, inovatif, kreatif untuk terus menerus melepaskan/ mengutus para misionaris kedalam ladang pelayanan pekerjaan Tuhan. Gereja haruslah “all out’ berapa pun harga yang harus dibayar sebagai imbalan untuk kepentingan kerajaan Allah. Total mobilisasi jemaat dan para pelayan/hamba-hamba Tuhan merupakan kekuatan pamungkas yang dahsyat dalam hal ini.

B. KOMPONEN-KOMPONEN PENDUKUNG

B.1. MULTI VISI (Berbagai Penglihatan Supranatural Dalam Pelayanan)
Visi (penglihatan) berasal dari bahasa Ibrani : hāzōn, Yunani : horama, Inggris : vision, sight, a spectacle, appearance, yang hampir selalu menandakan suatu arti pewahyuan ilahi. Pertama, kata hāzōn menunjuk pada pengertian dari “visi kenabian/profetik” dimana pesan-pesan ilahi dikomunikasikan (Yehezkiel 12:21-22). Kedua, kata ini juga berarti menampilkan kembali pesan yang diterima melalui penglihatan profetik (Amsal 29:18). Ketiga, arti kata hāzōn yang lainnya adalah menyajikan/menampilkan kembali secara keseluruhan dari pesan kenabian/nabi, seperti yang tercatat dalam Yesaya 1:1. Jadi, kata hāzōn menunjuk pada hubungan antara isi fokus komunikasi ilahi dengan pengertian-pengertian dari pesan-pesan tersebut yang tidak dapat dipisahkan.

Visi adalah salah satu cara Allah dalam menyampaikan maksud ataupun rencana-rencanaNya kepada seseorang yang dipilihNya dalam keadaan sadar diri (tidak sedang tidur) mengenai orang lain, kelompok orang, suku ataupun bangsa. Orang yang dipilih Allah tersebut di beri karunia nabi atau diangkat sebagai nabi oleh Allah sendiri dan Allah juga memberi pengertian untuk menafsirkan penglihatan tersebut. Biasanya, penglihatan berhubungan erat dengan proses penyampaian pesan-pesan nubuatan.

Gereja yang bergerak dalam pelayanan multidimensi harus digerakkan oleh visi yang Alkitabiah. Tanpa visi, gereja menjadi buta dan kehilangan arah, tidak efektif, tidak efisien dan hanya menghabiskan begitu banyak energi dalam pelayanan dengan hasil yang sangat tidak memuaskan bahkan dapat dikatakan tidak akan pernah mencapai target pelayanan.

Visi yang digunakan sebagai motor penggerak inipun bermacam-macam (multi visi) sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pelayanan gereja.

Ada berbagai cara Allah berbicara kepada kita yang secara umum termasuk dalam kategori penglihatan. Dalam skala pewahyuan profetik, secara umum penglihatan merupakan pewahyuan yang lebih tinggi dari impresi/kesan sebab sifatnya lebih obyektif.

B.1.a. Penglihatan-penglihatan sekilas dalam Roh.
Ini merupakan jenis penglihatan yang paling rendah dan merupakan gambar internal yang kita terima dari Tuhan yang berlalu dengan cepat. Penglihatan-penglihatan sekilas ini biasanya bersifat simbolik. Misalnya, pada saat kita berdoa untuk orang lain, Tuhan memberi penglihatan sekilas di dalam roh kita yang mungkin pada awalnya tidak dimengerti. Tetapi kita harus berdoa untuk mendapatkan intepretasi supaya dapat mengerti apa yang sedang Allah katakan. Biasanya, jenis penglihatan ini muncul ketika kita sedang berdoa dalam pengurapan Roh Kudus (Yudas 20).

B.1.b. Penglihatan internal.
Penglihatan-penglihatan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan penglihatan sekilas. Penglihatan ini lebih dari sekedar gambar; ia memiliki “alur cerita” dari kejadian-kejadian yang transparan dengan tingkat pewahyuan yang lebih tinggi. Penglihatan jenis ini dapat diinterupsi oleh berbagai gangguan sehingga diperlukan fokus yang baik untuk mencegahnya agar tidak hilang.

 B.1.c. Penglihatan-penglihatan terbuka.
Jenis penglihatan ini diterima ketika mata kita terbuka dan tidak berhenti oleh karena gangguan-gangguan. Penglihatan ini dapat mulai dan berlanjut bahkan ketika kita terlibat di dalam aktivitas yang menyita perhatian. Hampir sama dengan melihat sebuah pemandangan yang diterjemahkan secara fisik seperti di dalam pemandangan sebuah film (Keluaran 3:3).

B.2. MULTI JAWATAN (Kelengkapan Pelayanan Dalam Tubuh Kristus)
Ini adalah bentuk pelayanan lima jawatan yang disingkapkan di dalam Efesus 4:11, yakni Rasul, Nabi, Penginjil, Gembala dan Guru. Kelima karunia itu pada hakikatnya bukan karunia-karunia Roh Kudus sendiri, tetapi perpanjangan pelayanan Kristus kepada Gereja sebagai kepala. Pelayanan dan fungsi utama mereka adalah mengajar, melatih, mengaktifkan dan men-dewasakan orang-orang kudus supaya pelayanan-pelayanan mereka berhasil (Ef 4:12-13).

B.3.a. Rasul
Rasul mendirikan gereja-gereja baru (baca perjalanan misi Paulus), mengoreksi kesalahan dengan menegakkan tatanan dan struktur yang tepat (baca I Korintus), dan bertindak sebagai penilik, yaitu pelayanan sebagai bapa pelayanan-pelayanan lain (I Kor. 4:15; 2 Kor. 11:28). Rasul mendapat urapan wahyu (Efesus 3:5).

B.3.b. Nabi
Nabi adalah hamba Allah yang menerima karunia “nabi” (Efesus 4:11; I Kor. 12:28; 14:29; KPR. 11:27; 13:1). Nabi adalah pelayan yang sudah diurapi yang mempunyai karunia untuk melihat dan mengucapkan pikiran khusus Kristus kepada pribadi-pribadi, gereja-gereja, bisnis-bisnis dan bangsa-bangsa. Seorang nabi datang untuk meluruskan hal-hal yang menyimpang. Tugasnya adalah memanggil mereka yang memberontak untuk kembali taat! Ia tidak disukai karena ia menentang mereka yang populer dalam moralitas dan kerohanian. Dalam masa para politikus yang tidak memiliki karakter yang baik dan pengkhotbah yang tidak bersuara, tidak ada kebutuhan bangsa yang lebih mendesak dibanding seruan kita kepada Allah untuk mengirimkan seorang nabi! Fungsi seorang nabi, seperti yang pernah dikatakan oleh Austin Sparks, “Hampir selalu untuk pemulihan.”

B.3.c. Penginjil
Pandangan tradisional tentang seorang penginjil adalah orang yang membawa “Kabar Baik”. Penginjil menyatakan Injil kepada dunia yang tidak percaya dan tersesat (KPR 8:5), bergerak dalam mujizat (KPR. 8:6), membebaskan orang dari setan-setan (KPR 8:7), menerima perintah-perintah dari malaikat (KPR 8:26) dan mempunyai hikmat wahyu (KPR 8:29).

B.3.d. Gembala
Gembala ditugaskan untuk menggembalakan “kawanan domba” atau jemaat, memberi makan dan memelihara kawanan itu, memberi nasihat atau memberikan pelayanan konseling guna pertumbuhan dan perkembangan jemaat. Gembala bukan hanya melakukan hal-hal yang berhubungan dengan penggembalaan, melainkan juga bergerak dalam anugerah-anugerah dan karunia-karunia adikodrati dari Allah (bernubuat, mengucapkan marifat/pengetahuan, menyembuhkan), menerima visi dan kesediaan untuk mengembangkan jemaat dalam karunia-karunia dan panggilan-panggilan mereka.

B.3.e. Guru
Seorang instruktur kebenaran (baca 2 Tim. 3:16). Guru tidak hanya mengajarkan hukum tertulis, tetapi juga melayani dengan kehidupan ilahi dan urapan Roh Kudus (2 Kor. 3:6). Ia menunjukkan pendalaman spiritual yang tajam dan wawasan ilahi terhadap Firman Allah dan penerapan pribadinya kepada orang-orang percaya.

B.3. MULTI PERSON (Para Penuai/Pekerja Dalam Ladang TUHAN)
Penerapan pelayanan multidimensional tidak akan mungkin dijalankan/dilaksanakan oleh satu orang (one man show) (Kel. 18:17-18). Gereja harus bisa mengkoordinir dan mengakomodasikan talenta, skil/keahlian, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh setiap anggota jemaat ataupun diantara sesama pelayan (Yoh. 9:4; 2 Tim. 2:2). Pendelegasian tugas dan wewenang pada pribadi-pribadi yang berpotensi disesuaikan dengan bidang-bidang pelayanan yang akan dimasuki sangat menunjang pelayanan multidimensional gerejawi. Dapat dikatakan bahwa berhasil atau tidaknya gereja dalam menerapkan pelayanan multidimensi ditentukan oleh seberapa besar keterlibatan anggota-anggota jemaat atau pelayan-pelayan didalamnya. Gereja harus terus menerus merekrut anggota, mendidik/melatih dan memobilisasinya secara maksimal untuk memperoleh para penuai yang handal Disini sangat dibutuhkan solidaritas tim (I Kor. 1:10).
 B.4. MULTI STRATEGI (Berbagai Teknik/Kiat Pelayanan)
Gereja akan kehilangan efektifitas pelayanan jika tidak memiliki strategi-strategi (teknik-teknik/kiat-kiat) yang akurat untuk pencapaian target maksimal. Sekali lagi, disini diperlukan kebersamaan individu-individu dalam tim kerja yang solid untuk menyumbangkan ide-ide, ataupun pikiran-pikiran yang kreatif dan inovatif secara terus-menerus berdasarkan motivasi dan semangat juang alkitabiah (Roma 12:11; Amsal 20:18; Kel. 31:3).

C. LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN MISI PENUAIAN


C.1. PERUBAHAN PARADIGMA (KERANGKA SISTEM) KEPEMIMPINAN
Lebih banyak perubahan yang dijejalkan dalam kehidupan kita setiap harinya di bandingkan dengan yang dialami para pendahulu (founding fathers) kita puluhan atau bahkan ratusan tahun sebelumnya. Berbagai macam perubahan ekonomi, sosial, kebudayaan, teknologi, politik, agama terjadi pada suatu tingkat akselerasi/percepatan yang tinggi. Di dalam beberapa bidang bukan hanya berakselerasi tetapi meledak.

Agar mampu "menunggangi" gelombang-gelombang perubahan ini, gereja perlu memiliki strategi yang jelas supaya dapat membantu rencana tindakan yang bertujuan membangun bagi masa depan. Segala sesuatu yang dibangun pada hari ini harus memiliki pandangan budaya dan lingkungan masa depan agar yang dibangun tersebut tetap memiliki relevansi dan berguna. Gereja yang statis dan stagnan adalah gereja yang selalu kembali membangun bentuk bangunan masa lalu, sementara dunia yang diusahakan untuk dicapai sedang berubah secara drastis. Itu berarti bahwa gereja berada dalam posisi kebutaan rohani yang bergerak jauh dari kenyataan. Gereja akan menjadi korban, bukannya pemenang.

Pemimpin perintis yang baru sedang dibentuk dan dilatih kembali oleh Allah dewasa ini, memahami bahwa perubahan merupakan aturan permainan. Jenis pemimpin yang baru ini dan gerejanya menarik manfaat dari perubahan. Perubahan tidak lagi menguasai kehidupan dan pelayanannya, tetapi hanyalah sebagai aturan. Mereka telah belajar bagaimana membuat perubahan-perubahan tersebut bekerja bagi mereka, bukannya menentang perubahan-perubahan tersebut.
Jelas diperlukan adanya perubahan-perubahan paradigma kepemimpinan. Lingkungan dan budaya dimana kita dipanggil untuk melayani berubah dengan cepat. Didalam perubahan lingkungan inilah sungguh-sungguh diperlukan suatu dimensi baru kepemimpinan. Diperlukan suatu kepemimpinan yang tidak dapat didominasi dan dibentuk oleh lingkungan. Orang-orang ini, baik pria maupun wanita tidak boleh berasal dari lingkungan tersebut, tetapi merupakan bejana yang dibuat dan dibentuk oleh kasih karunia kuasa Allah (KPR. 6:3).

Kepemimpinan yang muncul ini diperbaharui dengan pola pemikiran Kerajaan. Konsep-konsep dan nilai-nilai Kerajaan merupakan sumber kekuatan mereka dalam menjalani kehidupan setiap hari. Karena alasan inilah mereka tidak dimanipulasi oleh manusia atau dilumpuhkan oleh ketakutan akan kegagalan atau kekalahan dalam perebutan kekuasaan dan jabatan organisasi (band. Kel. 18:21).
Jenis kepemimpinan ini menarik sumber daya rohaninya dari sorga dan hidup oleh kasih karunia Allah, mematahkan segala keterbatasan karena kekurangan dan kelemahan mereka. Gaya mereka dalam urapan kepemimpinan berpusatkan kepada profetik, apostolik dan penggembalaan. Mereka bersifat profetik dalam perspektif dan tujuan. Mereka bersifat apostolik dalam pengajaran, fungsi dan dalam pemerintahan gereja. Mereka bersifat pastoral dalam melayani kebutuhan orang-orang dan dalam belas kasihan mereka kepada jiwa-jiwa. Mereka juga bersifat penginjilan.


C.2. MENGEMBANGKAN PROFIL (WAJAH/BENTUK PELAYANAN) GEREJA 
Terapi penyembuhan yang efektif sangat tergantung pada diagnosa yang akurat. Tidak pernah ada suatu obat mujarab yang dapat menyembuhkan semua “jenis penyakit”. Obat yang cocok bagi satu orang dapat menjadi racun bagi orang lain. Sebelum memasuki pelayanan multidimensi, gereja perlu mengadakan survey lapangan untuk mendapatkan diagnosa yang akurat. Gereja harus membuat analisa data lapangan dan menyusun program kerja yang paling sesuai dengan kebutuhan lapangan agar mobilisasi pelayanan bisa maksimal.
Gereja yang dinamis progresif haruslah bisa mengembangkan profil/kerangka/wajah pelayanan yang efektif dari hasil diagnosa yang tepat. Walau memiliki visi dan pemimpin yang kharismatik, tetapi jika tidak ditunjang bentuk profil yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, maka misi penuaian akbar menjadi tersendat-sendat dan tidak maksimal.
 Profil (wajah pelayanan) gereja digunakan untuk :
a). membantu gereja menemukan faktor kritis untuk misi penuaian dan situasinya yang terkini.
b). Berfokus pada sumber daya yang terbatas (manusia, keuangan, dll) pada saat yang menentukan.
c). Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan gereja.
d). Menghemat waktu dan mengurangi resiko karena analisa yang tidak akurat.
e). Menolong kita melihat gereja sendiri dari perspektif luar (mengadakan komparasi/ perbandingan pelayanan misi) dibandingkan dengan gereja-gereja lain.


C.3. MENYUSUN DAN MEMANFAATKAN SUMBER DAYA (FILTERISASI PARA PENUAI)
Gereja tidak boleh asal-asalan mengutus orang-orang yang tidak kompeten dalam bidang pelayanan yang akan dimasuki. Misi penuaian akan memperoleh hasil minimal bahkan bisa tidak menghasilkan apa-apa, jika para penuainya tidak disusun dan disaring/seleksi (diadakan proses filterisasi) terlebih dahulu. Para penuai harus bekerja sesuai dengan potensi/talenta, karunia, skill/keahlian dan pengalaman juga kerelaan hati (komitmen dan konsistensi) untuk terus-menerus terlibat dalam pelayanan banyak dimensi ini (Hakim-hakim 7:2-4). Tentunya hal ini tidak terlepas dari kepekaan, pengamatan, ketelitian dan kebijakan keputusan pemimpin ataupun para pelayan senior gereja. Apa yang ada pada masing-masing pribadi sebagai anggota jemaat dan pelayan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan penuaian (baca Kel. 4:1-12; Rom. 6:13).


C.4. MOBILISASI PARA PENUAI (PENGUTUSAN PARA MISIONARIS)
Gereja harus bisa mendapati/merekrut lebih banyak orang yang mau terlibat aktif dalam pekerjaan gereja (misi pelayanan). Hal inilah yang sering disebut sebagai menggerakkan/ memobilisasi massa (para penuai). Jika para penuai dapat menangkap visi yang berarti dan menggairahkan, mereka pasti lebih mudah digerakkan/dimobilisir untuk melaksanakan misi dari visi tersebut. Allah memang telah mempersiapkan setiap orang untuk ikut terlibat dalam hal yang semacam itu, dengan mengaruniakan kepada setiap individu bakat-bakat dan kesanggupan-kesanggupan yang dapat dipakai dalam melaksanakan penuaian akbar di akhir zaman ini (Luk. 10:2; Pengkhotbah 9:10; I Kor. 15:58; 2 Tim. 4:1-5; Luk. 9:1-2).


                                                     … I m a n u e l …

Jumat, 29 Mei 2009

PERSEPULUHAN, ALKITABIAH TAPI TIDAK INJILI


Sebelum zona eksklusif Anda terusik .... 

Mengapa gereja masih memungut persembahan persepuluhan dari jemaatnya hingga saat ini? Bukankah persepuluhan adalah ketetapan TUHAN yang dikhususkan bagi kaum Lewi - termasuk para imam - untuk membalas jasa pelayanan mereka di dalam Kemah Pertemuan (Tabernakel) di tengah-tengah sebelas suku Israel, saudara-saudara mereka sendiri? 

Alkitab Perjanjian Lama mencatat bahwa perpuluhan merupakan suatu ketetapan untuk selama-lamanya turun temurun bagi bani Lewi - hingga saat ini. Lalu.... bagaimana “hak istimewa” itu telah berpindah tangan ke dalam gereja Kristen? Lebih ironis lagi, entah bagaimana kronologisnya, “upah pelayanan Tabernakel” ini telah dimonopoli oleh salah satu jawatan pelayanan gerejani atas nama TUHAN, baik “hak untuk memungut” juga “hak untuk menikmati” hasilnya.
 
 Pertanyaan berikut, apakah Yesus yang adalah satu-satunya kepala gereja telah melegitimasi dan mendelegasikan “hak pungut persepuluhan” tersebut kepada jawatan tertentu saja dan mengabaikan jawatan-jawatan pelayanan lainnya - yang notabene dipilihNya sendiri dan diberikannya pada gereja untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan? 

Dimanakah dasar pijak Injili dari mereka yang mengklaim diri sebagai “Lewi dan Israel rohani?” Apakah gereja Yesus Kristus telah diindentikkan dengan Kemah Pertemuan bangsa Israel? Jika demikian, adalah sesuatu yang lumrah jika Yesus pun berhak menerima persepuluhan dari persepuluhan sebagai persembahan khusus yang dipungut dari para “Lewi-gerejani” seperti yang diterima oleh Imam Harun, pemimpin tertinggi Tabernakel. Anda pun pasti tidak keberatan karena Yesus Kristus adalah pemegang jabatan Imam Besar sepanjang masa menurut peraturan Melkisedek. Nah, bila sudah begini maka akan timbul pertanyaan bernada konyol, “ATM Bank manakah yang dapat digunakan untuk mentransfer dana tersebut langsung ke rekening Yesus?” Sebab jika tidak segera “disetor” maka bisa terjadi manipulasi berbau korupsi oleh oknum-oknum jawatan tertentu yang ujung-ujungnya pasti merugikan misi ekspansi Kerajaan.

Pertanyaan-pertanyaan fenomenal teologis tersebut di atas mungkin juga telah menjadi kegelisahan Anda selama ini. Namun semuanya akan segera teratasi setelah Anda membaca buku ini. 

Jawaban Injili tentang permasalahan persepuluhan - yang selama ini punya andil yang signifikan dalam pertumbuhan dan perkembangan pelayanan gereja-gereja lokal dikaitkan dengan visi dan misi agung Yesus Kristus - akan Anda temui secara gamblang dan blak-blakan dalam buku ini.

Selamat membaca dan jadilah pelaku-pelaku Firman Tuhan Yesus.

SUDAH TERBIT... DAPATKAN BUKUNYA...!!
Hubungi penulis, J. Jerry Elim. HP. 085240327788 TLP. 0431 - 878542
email: jerky2911@yahoo.com



JAMINAN KESELAMATAN

KESELAMATAN
Sebab barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.
(Roma 10:13)

Keselamatan adalah pemberian cuma-cuma dari Allah, yang dibeli dengan darah Yesus dan diterima oleh iman. Keselamatan jiwa dari dosa bukanlah pemercikan air seorang bayi ataupun pembaptisan orang dewasa, bukan peneguhan sidi, bukan menjadi anggota suatu gereja dan juga bukan mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus. Keselamatan tidak diperoleh dengan hidup jujur, memperbaiki jalan hidup ataupun dengan jalan masuk gereja secara teratur. Manusia tidak bekerja pada Allah untuk memperoleh keselamatan sebagai upahnya.
Keselamatan adalah karya Allah bagi manusia. dalam Yunus 2:9b “Keselamatan adalah dari Tuhan” .
Tetapi karya keselamatan Kristus ini tidak akan memberi manfaat apapun kepada kita sampai ia diterapkan ke dalam hati dan kehidupan kita oleh Roh Kudus.

o Etimologi (Studi kata)
Soteria = safety, soundness, tanpa ada cela sama sekali. Sehat, setia, perkasa, benar. Hal-hal yang menyelamatkan atau keselamatan, salvation, deliverance.
Studi mengenai karya penebusan dalam diri umat Allah ini disebut Soteriologi, yang berasal dari dua kata Yunani, soteria dan logos, yang berarti “doktrin keselamatan.”

o Kata benda tentang penebusan dosa.
1. Arti kata pendamai  
Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya (Roma 3:25)

Dalam arti yang sebenarnya adalah : 
- Seorang pengantara mendamaikan yang murka dengan yang berdosa (Yoh.3:36).
- Seorang yang membayar harga, atau tebusan sehingga hukuman Allah ditiadakan atau dihentikan.

2. Arti kata penebusan
Dalam Perjanjian Baru Tuhan Yesus memakai istilah ini untuk dirinya : Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang (Mark.10:45) 
Tuhan Yesus dengan rela telah menyerahkan diriNya, termasuk hidup, darah, dan nyawaNya sebagai tebusan untuk manusia.

3. Arti kata diperdamaikan
Sebelum diperdamaikan, manusia berseteru dengan Allah.
(Rom.5:10, I Kor 7:11, II Kor.5:18-20, Ef.2:16, Kol.1:22)
 Soteriologi atau “doktrin keselamatan” hanya mencakup studi mengenai penerapan berkat-berkat keselamatan di dalam diri umat Allah, dan pemulihan diri mereka sehingga diperkenan oleh Allah dan berada dalam hidup persekutuan dengan Allah di dalam Kristus. Harus dipahami bahwa penerapan ini merupakan karya Roh Kudus, walaupun harus didapatkan dengan iman. 

Ada beberapa penekanan dalam Doktrin Keselamatan antara lain :

(1) Faktor utama yang menentukan siapa yang akan diselamatkan dari dosa bukanlah keputusan orang yang bersangkutan, melainkan kedaulatan anugerah Allah – walaupun keputusan manusia ini memainkan peranan yang signifikan dalam proses tersebut.

(2) Penerapan keselamatan kepada umat Allah berakar di dalam ketetapan kekal (eternal decree) Allah, di mana berdasarkan itu Ia telah memilih umat-Nya untuk beroleh hidup yang kekal, bukan berdarkan kebaikan manusia itu, tetapi semata-mata berdasarkan kerelaan kehendak-Nya.

(3) Walaupun semua orang yang mendengar berita Injil diundang untuk menerima Kristus dan keselamatanNya, dan dengan sungguh-sungguh dipanggil untuk menerimanya, tetapi anugerah Allah yang menyelamatkan dalam arti yang sebenarnya tidak bersifat universal, tetapi partikuler tertentu), yaitu dikaruniakan hanya kepada kaum pilihan Allah (mereka yang telah dipilih-Nya di dalam Kristus untuk beroleh keselamatan).

(4) Karena itu anugerah keselamatan Allah adalah efektif dan tidak akan hilang. Akan tetapi hal ini bukan berarti orang-orang percaya, jika dibiarkan sendiri tidak akan pernah menjauh dari Allah, tetapi apa yang dimaksudkan adalah bahwa Allah tidak akan membiarkan kaum pilihan-Nya kehilangan keselamatan mereka. Karena itu, jaminan rohani orang-orang percaya tergantung terutama kepada pegangan Allah terhadap mereka, dan bukannya atas pegangan mereka kepada Allah.

(5) Walaupun penerapan keselamatan dalam diri umat Allah meliputi berbagai aspek kehendak dan karya manusia – selain regenerasi dalam pengertian sempit – akan tetapi penerapan ini terutama adalah karya Roh kudus.
Manusia bukan hanya ciptaan yang secara mutlak bergantung kepada Allah yang berdaulat, tetapi juga pribadi yang membuat keputusan yang bertanggung jawab. Kombinasi ketergantungan mutlak dan kebebasan memilih ini membentuk inti dari misteri manusia. Bagaimana pandangan manusia ini mempengaruhi pemahaman kita mengenai proses keselamatan? Walaupun Allah harus meregenerasi manusia dan memberikan kepada mereka kehidupan rohani yang baru, tetapi orang-orang percaya memiliki tanggung jawab di dalam proses keselamatan mereka : dalam memepergunakan iman mereka dalam pengudusan dan ketekunan mereka. Paulus memberikan pernyataan klasik mengenai “kejadian yang misterius” dari karya Allah maupun kita ini di dalam Flilipi 2:12-13, “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.”

o Makna Keselamatan

Diselamatkan adalah menunjukan seseorang terlepas :
- dari tempat kejatuhannya kembali ke posisi semula
- dari kuasa dosa lalu mendapatkan kesucian
- dari kuasa maut lalu mendapatkan hidup
- dari kedudukannya yang bermusuhan dengan Allah dan mendapatkan kedudukannya yang berdamai
- dari kedudukan sebagai hamba dan mendapat kedudukan sebagai anak
- dari kegelapan berpaling kepada terang

hal itu merupakan suatu pemindahan kedudukan dan hasil semacam ini disebut diselamatkan. Orang ini dapat diselamatkan bukan karena jasanya sendiri melainkan seluruhnya adalah karena cinta kasih si penyelamat. Anugerah semacam ini disebut keselamatan.

Seseorang dapat diselamatkan atau tidak semuanya tergantung pada sikap pengenalan dan kepercayaannya terhadap juruselamat, selain itu dia juga harus mengenal dengan jelas keadaannya sendiri serta ketidakmampuannya untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
Diselamatkan adalah bersifat pribadi dan tergantung pada bagaimana kepercayaannya terhadap Tuhan, kepercayaan ini berakibat tindakan. Dengan tindakan ini telah membuktikan imannya, keduanya saling melengkapi dan berjalan bersama sampai kepada keadaan yang sempurna.

o Rahasia Keselamatan
Yoh.3:3 “Yesus menjawab, katanya,”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.”
 Yesus memakai ungkapan yang khusus, dilahirkan kembali, untuk melukiskan pertobatan. Perkataan itu secara harfiah berarti dilahirkan dari atas.

 Yoh.3:3-8. “ Kata Nikodemus kepadaNya, “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?” 5.Jawab Yesus, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya, jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. 6.Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh , adalah roh. 7.Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. 8.Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh”

 Pada Penciptaan, Allah mengambil debu tanah dan membentuk manusia. Tetapi ciptaan itu tidak bernyawa, tidak hidup, terbaring tanpa bergerak. Tetapi Allah menghembuskan nafas hidup ke dalam makhlukNya itu, dan manusia menjadi jiwa yang hidup. Manusia yang mati karena dosa memerlukan Tuhan yang sama menghembuskan hidup rohani ke dalam dirinya.

 Kelahiran baru adalah penciptaan kembali seorang manusia secara rohani. Alkitab menggambarkan orang yang demikian sebagai suatu ciptaan baru dalam Kristus untuk melakukan pekerjaan baik. Yaitu berpindah dari kematian ke dalam hidup. Hal-hal yang lama sudah berlalu dan segala sesuatu menjadi baru.

 Pekerjaan Roh Kudus dalam kelahiran baru itu sukar dipahami; hal itu melampaui daya pengamatan manusia. Yesus memakai suatu lukisan yang sederhana untuk menerangkan kelahiran baru. Kita tak dapat melihat angin, tetapi kita melihat akibat-akibatnya. Mengenai asalnya kelahiran baru adalah seperti angin. “Engkau tidak tahu dari mana ia datang”, dan “ke mana ia pergi” juga merupakan rahasia. Demikian pula halnya, oleh kelahiran baru, “Sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya” (I Yoh 3:2). Kegiatan Roh Kudus yang tidak kelihatan dalam kelahiran baru sangat nyata seperti yang dikatakan Yesus, “Engkau mendengar bunyinya.”
Kita tak dapat mengerti bagaimana seorang dilahirkan kembali, tetapi ada banyak bukti yang kelihatan tentang perbuatan ilahi ini dalam hidup seorang yang sudah bertobat.




TUAIAN GLOBAL

TUAIAN GLOBAL
Tantangan Para Penuai Era Globalisasi

Eksistensi kehidupan kristiani akhir zaman yang syarat tantangan, semakin diuji kualitas kasih & imannya. Khususnya di Indonesia, yang hampir dapat disebut sebagai “biang konflik horisontal” baik dalam bidang sosial, ekonomi & politik, sangat berpengaruh terhadap kehidupan bergereja. Masalah HAM, bentrok antar etnis/suku, isue SARA sudah “menjalar” bak “kanker ganas” stadium akhir yang memporak-poranda sendi-sendi kehidupan bermasyarakat hampir di seluruh tanah air. Pemberantasan KKN hanyalah slogan para penguasa yang tidak pernah jemu-jemu menipu rakyat. Mereka yang menyebut dirinya “pakar” pun tidak mampu mempersempit jurang antara si kaya & si miskin (konglomerat & “kolongmelarat”) yang semakin menganga. Lilitan hutang luar negeri menjadikan Indonesia tercinta ini seperti “mumi Firaun” yang diawetkan dalam krisis moneter. Daftar panjang penderitaan anak bangsa semakin lengkap dengan hadirnya “OTDA” – Otonomi Daerah. Berbagai komponen bangsa mulai “menggeliat” berusaha bangkit & melepaskan diri dari situasi yang semacam ini. Tokoh-tokoh masyarakat & agama bersikukuh merajut kembali pilar-pilar persatuan bangsa yang terkoyak hampir ambruk. 

Kehidupan ke-kristenan pun semakin tertantang untuk tetap menebar kasih Kristus kepada semua orang di tengah-tengah tekanan & bahkan aniaya yang sementara berlangsung. (Roma 12:14-20; Lukas 6:27-28). Bahkan ditengah-tengah himpitan dan keadaan yang serba tidak menentu inilah gereja Tuhan diberi visi & misi untuk mengubahnya menjadi ladang penuaian. Tuhan Yesus berkata :”Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai”. (Yohanes 4:34b). Dan lagi Ia (Yesus) berkata : “Aku mengutus kamu untuk menuai apa yang tidak kamu usahakan; orang-orang lain berusaha dan kamu datang memetik hasil usaha mereka” (Yohanes 4:38). Kristus yang kita sembah adalah TUHAN yang jauh lebih besar dari masalah & tekanan yang kita hadapi. Yesus Kristus sanggup mengubah tekanan menjadi sukacita penuaian bagi para penuai. Gereja Tuhan akhir zaman sangat diharapkan peran sertanya untuk mengubah “ladang permasalahan” menjadi “ladang penuaian global” melalui jawatan-jawatan pelayanan (5 jawatan pelayanan) yang diberikan Tuhan. Ke 5 (lima) jawatan tersebut adalah Rasul, Nabi, Penginjil, Gembala, Guru (Efesus 4:11). Jawatan-jawatan ini saling melengkapi & tidak terpisahkan dalam pelayanan tubuh Kristus (Efesus 4:12-16). 
 
Gereja-gereja (secara utuh tanpa membedakan merk/denominasi) haruslah sehati-sepikir dalam mengemban misi Kristus lewat mega-proyek, penuian global. Gereja-gereja haruslah memiliki kesamaan visi penuaian jiwa-jiwa baru dan bukan saling melihat kebenaran diri sendiri sambil menuding kekurangan yang lain. Gereja seringkali kehilangan warna pelayanan kasih karena sibuk menyepelekan hal-hal yang prinsip dan menjadikan suatu prinsip hal-hal yang sepele. Kerapkali Gereja dengan sangat gigih memperjuangkan kebenaran dogmanya daripada mempertahankan doktrin Alkitabiah. Kini saatnya, gereja-gereja Tuhan (para pemimpin gereja) menghilangkan “akar kepahitan” yang hanya ingin “menang sendiri” dan bersatupadu dalam kasih Kristus untuk menyongsong tuaian global akhir zaman (Yohanes 17:21). Gereja haruslah bisa memproduksi tenaga-tenaga penuai yang handal dalam kebun anggurnya Kristus (Yohanes 15:5). Para penuai, lebih khusus lagi hamba-hamba Tuhan (mereka yang terpanggil untuk menerima jawatan-jawatan pelayanan), belumlah cukup bila hanya membekali diri dengan pelajaran Teologi tetapi haruslah juga memperlengkapinya dengan ilmu pengetahuan & teknologi plus ketrampilan-ketrampilan umum (mis. bahasa Inggris, Komputer, Pertukangan, Kerajinan Tangan, dll), sehingga dapat survive dan menjadi daya tarik tersendiri dalam pelayanan. 
Ke 5 jawatan tersebut di atas haruslah mendapat bagian yang seimbang dalam pelayanan jemaat dan masyarakat. Dalam artian luas, janganlah fokus pelayanan hanya bertumpu pada jawatan gembala. Beberapa Sekolah Teologia ataupun Sekolah Alkitab hanya dapat menghasilkan tenaga-tenaga penggembalaan tanpa dapat mem-filternya untuk di share kepada 4 jawatan lainnya. Sepertinya setiap siswa Sekolah Alkitab / mahasiswa Sekolah Tinggi Teologia secara terus-menerus dibentuk untuk menjadi pendeta atau gembala yang baik. Akibatnya sering terjadi “timbunan” gembala tanpa “domba” (jemaat-red) yang kerjanya suka “nyelonong” ke ladang penggembalaan orang lain. Marilah, kita semua (terutama pihak sekolah Alkitab/Sekolah Tinggi Teologia) lebih jeli melihat panggilan pelayanan yang diberikan Tuhan. Untuk mereka, yang sementara dipersiapkan menjadi penuai, bertanyakanlah senantiasa kepada Kristus yang adalah Kepala Gereja Agung, jawatan apakah yang diberikan kepada saya ? Sebagai hamba-hamba/pelayan-pelayan Tuhan ataupun mereka yang sementara dididik di sekolah-sekolah Alkitab & sekolah-sekolah Teologia, marilah kita senantiasa taat melaksanakan fungsi jawatan yang Tuhan berikan dan bukan yang kita inginkan (1 Korintus 12:28-29a). Janganlah “memaksakan diri” mengemban jawatan yang sebenarnya bukan dikaruniakan kepada kita (tidak terpanggil/dikaruniakan jawatan sebagai seorang “Gembala”, tetapi memaksakan diri untuk mengemban tugas penggembalaan dalam jemaat).
Di sisi lain, pesatnya perkembangan teknologi dan media informasi dalam memasuki pasar bebas tahun 2003 pun dapat menimbulkan tendensi pesimisitis tersendiri bila dibandingkan dengan peranan gereja dalam mempersiapkan jemaat, lebih khusus lagi para Penuai. Bahkan bila dicermati secara logis, bukan hanya tantangan spritual tetapi tantangan intelektual rasionil yang harus lebih diantisipasi/disikapi. Iman kristiani bukan hanya digunakan untuk membentengi serangan musuh yaitu si Iblis terhadap hati manusia (Efesus 6:16), tetapi harus juga digunakan untuk mengerti dalam akal budi strategi pelayanan pekerjaan Tuhan (I Petrus 1:13). Terkadang para penuai Kristen hanya bisa “mengais” sisa-sisa penuaian dari orang lain karena kalah bersaing dalam IPTEK dan ketrampilan penunjang lainnya (Efesus 5:17). Oleh karenanya, melalui tulisan ini saya menghimbau kepada Gembala Sidang, Guru-guru Sekolah Alkitab, para Pemimpin Gereja bahkan Usahawan-usahawan/Profesi Kristen yang telah diberkati & diurapi Tuhan, kiranya pro-aktif dalam filterisasi jawatan pelayanan pekerjaan Tuhan agar semuanya dapat terakomodasi dengan baik bagi terwujudnya tuaian global di akhir zaman ini. Puji Tuhan.
Penulis adalah pemerhati masalah-masalah interdenominasi gereja.


Pengikut