Rabu, 10 Juni 2009

PELAYANAN MULTIDIMENSIONAL

            PELAYANAN MULTIDIMENSIONAL GEREJA
                                     (OPTIMALISASI MISI PENUAIAN)


Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah.    (Kisah Para Rasul 20:24)


Gereja sedang berada ditengah-tengah dekadensi moral yang sangat memprihatinkan sebagai akibat negatif dari semakin canggihnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern secara universal dan di Indonesia pada khususnya. Dari sudut pandang positif, perkembangan pola kehidupan modern berteknologi tinggi ini membantu gereja dalam pelayanan misi untuk menjangkau jiwa-jiwa yang belum pernah mendengar berita keselamatan (Injil Yesus Kristus) yakni hanya melalui media informasi audio visual/elektronik dan media cetak. Tetapi disisi lainnya, gereja terbuai dan cenderung menjadi “malas” untuk secara maksimal mengolah dan menggunakan seluruh potensi pelayanan internal dalam bidang koinonia, marturia dan diakonia. Apalagi menghadapi konflik horizontal antar etnis dan umat beragama yang semakin meluas hampir tak terkendali. 

Walau tidak dapat dikatakan secara keseluruhan, gereja sepertinya “enggan” untuk mengutus para misionarisnya ke daerah-daerah yang rawan konflik. Gereja lebih memilih jalur “aman” (statis), dengan teguh mempertahankan status quo sambil menunggu masa pencerahan dari iklim politik dan ekonomi Dalam Negeri yang sedang diliputi kabut krisis yang seakan tiada berakhir ini. Memang secara merk organisasi gereja nampaknya bertambah dan bentuk fisik bangunan gerejapun tetap eksis walau harus terus-menerus diperbaiki ataupun membangunnya dari awal akibat amukan massa. Namun jika diteliti/dicermati secara lebih obyektif, pertambahan denominasi/merk gereja dan atau pertambahan jumlah anggota jemaat pada sebuah denominasi yang sudah ada, hanyalah merupakan bentuk “nomaden” atau migrasi anggota jemaat dari satu gereja lokal ke gereja lokal lainnya yang berbeda merk. Hal inilah yang disebut sebagai "rotasi jemaat dalam orbit denominasi" dan bukanlah tuaian jiwa-jiwa baru sebagaimana misi agung yang diperintahkan oleh kepala gereja Tuhan Yesus Kristus (baca Matius 28:18-20).

Kini saatnya gereja bangkit dan bergerak secara optimal untuk menjaring jiwa-jiwa baru dengan cara memberdayakan seluruh potensi internal gereja melalui jawatan-jawatan pelayanan seperti yang dikaruniakan Kristus. Gereja harus mengadakan terobosan pelayanan ke setiap lini kehidupan masyarakat sekitar. Transformasi rohani dapat menembus setiap strata, perorangan ataupun kelompok orang bila secara proaktif gereja menyikapinya. Gereja tidak boleh statis dan merasa puas diri dengan jumlah anggota jemaat atau bentuk-bentuk pelayanan yang sudah ada.

Masa anugerah akan segera berakhir. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya penggenapan nubuatan dan tanda-tanda zaman seperti yang tertulis dalam Alkitab. Bila ditinjau dari perjalanan zaman (peta zaman), maka posisi gereja saat ini berada dalam "masa kerja 1 jam terakhir" menjelang malam/kegelapan/kesukaran besar dimana Injil Kerajaan Allah akan di angkat (baca Matius 20:6,12a; Yohanes 9:4, band. Pengkhotbah 9:10; Matius 24:14). 

Perlu dipahami secara benar bahwa pelayanan misi penuaian saat ini bukan lagi milik seseorang atau sekelompok orang yang menyebut diri ataupun menerima predikat “Gembala, Ketua Jemaat, Bishop, Pastor, Penatua, Syamas, Penginjil ataupun sebutan sejenis lainnya” dalam artian yang sangat sempit, tetapi misi ini milik setiap pribadi yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai TUHAN. Gereja harus “all out” (mobilisasi total) dalam menerapkan strategi pelayanan terakhir sebelum kedatangan Gembala Agung segala domba yaitu Tuhan Yesus Kristus. Gereja harus masuk dan bergerak dalam lini pelayanan multidimensional jika ingin mencapai target penuaian akbar bagi Kerajaan Allah. Tidak ada pilihan lain, gereja harus menggalang persatuan internal jemaat lokal dan antar denominasi untuk memperoleh kekuatan penuh guna melaksanakan tugas akhir yaitu “merampas mereka yang sementara menuju ke dalam api neraka” (Yudas 1:23a).
A. PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR

Gereja (ekklesia) berarti persekutuan segala orang percaya dari segala tempat dan segala abad yang adalah merupakan tubuh Kristus (Kol. 1:18); sering disebut juga “the invisible church / gereja yang tidak kelihatan secara fisik” (Matius 16:18); jemaat yang berkumpul di suatu kota (KPR. 5:11); jemaat yang berkumpul disebuah rumah (Roma 16:5).

Pelayanan multidimensional adalah pelayanan gereja pada semua strata/level/lapisan kehidupan masyarakat dan dalam semua bidang/dimensi/ruang/aspek/lapangan pekerjaan dengan tidak lagi melihat latar belakang ataupun perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam obyek pelayanan tersebut. Atau dengan lain perkataan, pelayanan yang berdimensi banyak yang tentunya melibatkan banyak gereja (secara keseluruhan) guna mencapai hasil akhir yang melimpah dalam menuai jiwa-jiwa baru/para petobat baru.

Optimalisasi misi penuaian, adalah mendayagunakan dan memaksimalkan potensi pelayanan misi yang terdapat dalam gereja secara organisatoris/kelembagaan maupun secara organis/pribadi. Gereja harus proaktif, inovatif, kreatif untuk terus menerus melepaskan/ mengutus para misionaris kedalam ladang pelayanan pekerjaan Tuhan. Gereja haruslah “all out’ berapa pun harga yang harus dibayar sebagai imbalan untuk kepentingan kerajaan Allah. Total mobilisasi jemaat dan para pelayan/hamba-hamba Tuhan merupakan kekuatan pamungkas yang dahsyat dalam hal ini.

B. KOMPONEN-KOMPONEN PENDUKUNG

B.1. MULTI VISI (Berbagai Penglihatan Supranatural Dalam Pelayanan)
Visi (penglihatan) berasal dari bahasa Ibrani : hāzōn, Yunani : horama, Inggris : vision, sight, a spectacle, appearance, yang hampir selalu menandakan suatu arti pewahyuan ilahi. Pertama, kata hāzōn menunjuk pada pengertian dari “visi kenabian/profetik” dimana pesan-pesan ilahi dikomunikasikan (Yehezkiel 12:21-22). Kedua, kata ini juga berarti menampilkan kembali pesan yang diterima melalui penglihatan profetik (Amsal 29:18). Ketiga, arti kata hāzōn yang lainnya adalah menyajikan/menampilkan kembali secara keseluruhan dari pesan kenabian/nabi, seperti yang tercatat dalam Yesaya 1:1. Jadi, kata hāzōn menunjuk pada hubungan antara isi fokus komunikasi ilahi dengan pengertian-pengertian dari pesan-pesan tersebut yang tidak dapat dipisahkan.

Visi adalah salah satu cara Allah dalam menyampaikan maksud ataupun rencana-rencanaNya kepada seseorang yang dipilihNya dalam keadaan sadar diri (tidak sedang tidur) mengenai orang lain, kelompok orang, suku ataupun bangsa. Orang yang dipilih Allah tersebut di beri karunia nabi atau diangkat sebagai nabi oleh Allah sendiri dan Allah juga memberi pengertian untuk menafsirkan penglihatan tersebut. Biasanya, penglihatan berhubungan erat dengan proses penyampaian pesan-pesan nubuatan.

Gereja yang bergerak dalam pelayanan multidimensi harus digerakkan oleh visi yang Alkitabiah. Tanpa visi, gereja menjadi buta dan kehilangan arah, tidak efektif, tidak efisien dan hanya menghabiskan begitu banyak energi dalam pelayanan dengan hasil yang sangat tidak memuaskan bahkan dapat dikatakan tidak akan pernah mencapai target pelayanan.

Visi yang digunakan sebagai motor penggerak inipun bermacam-macam (multi visi) sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pelayanan gereja.

Ada berbagai cara Allah berbicara kepada kita yang secara umum termasuk dalam kategori penglihatan. Dalam skala pewahyuan profetik, secara umum penglihatan merupakan pewahyuan yang lebih tinggi dari impresi/kesan sebab sifatnya lebih obyektif.

B.1.a. Penglihatan-penglihatan sekilas dalam Roh.
Ini merupakan jenis penglihatan yang paling rendah dan merupakan gambar internal yang kita terima dari Tuhan yang berlalu dengan cepat. Penglihatan-penglihatan sekilas ini biasanya bersifat simbolik. Misalnya, pada saat kita berdoa untuk orang lain, Tuhan memberi penglihatan sekilas di dalam roh kita yang mungkin pada awalnya tidak dimengerti. Tetapi kita harus berdoa untuk mendapatkan intepretasi supaya dapat mengerti apa yang sedang Allah katakan. Biasanya, jenis penglihatan ini muncul ketika kita sedang berdoa dalam pengurapan Roh Kudus (Yudas 20).

B.1.b. Penglihatan internal.
Penglihatan-penglihatan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan penglihatan sekilas. Penglihatan ini lebih dari sekedar gambar; ia memiliki “alur cerita” dari kejadian-kejadian yang transparan dengan tingkat pewahyuan yang lebih tinggi. Penglihatan jenis ini dapat diinterupsi oleh berbagai gangguan sehingga diperlukan fokus yang baik untuk mencegahnya agar tidak hilang.

 B.1.c. Penglihatan-penglihatan terbuka.
Jenis penglihatan ini diterima ketika mata kita terbuka dan tidak berhenti oleh karena gangguan-gangguan. Penglihatan ini dapat mulai dan berlanjut bahkan ketika kita terlibat di dalam aktivitas yang menyita perhatian. Hampir sama dengan melihat sebuah pemandangan yang diterjemahkan secara fisik seperti di dalam pemandangan sebuah film (Keluaran 3:3).

B.2. MULTI JAWATAN (Kelengkapan Pelayanan Dalam Tubuh Kristus)
Ini adalah bentuk pelayanan lima jawatan yang disingkapkan di dalam Efesus 4:11, yakni Rasul, Nabi, Penginjil, Gembala dan Guru. Kelima karunia itu pada hakikatnya bukan karunia-karunia Roh Kudus sendiri, tetapi perpanjangan pelayanan Kristus kepada Gereja sebagai kepala. Pelayanan dan fungsi utama mereka adalah mengajar, melatih, mengaktifkan dan men-dewasakan orang-orang kudus supaya pelayanan-pelayanan mereka berhasil (Ef 4:12-13).

B.3.a. Rasul
Rasul mendirikan gereja-gereja baru (baca perjalanan misi Paulus), mengoreksi kesalahan dengan menegakkan tatanan dan struktur yang tepat (baca I Korintus), dan bertindak sebagai penilik, yaitu pelayanan sebagai bapa pelayanan-pelayanan lain (I Kor. 4:15; 2 Kor. 11:28). Rasul mendapat urapan wahyu (Efesus 3:5).

B.3.b. Nabi
Nabi adalah hamba Allah yang menerima karunia “nabi” (Efesus 4:11; I Kor. 12:28; 14:29; KPR. 11:27; 13:1). Nabi adalah pelayan yang sudah diurapi yang mempunyai karunia untuk melihat dan mengucapkan pikiran khusus Kristus kepada pribadi-pribadi, gereja-gereja, bisnis-bisnis dan bangsa-bangsa. Seorang nabi datang untuk meluruskan hal-hal yang menyimpang. Tugasnya adalah memanggil mereka yang memberontak untuk kembali taat! Ia tidak disukai karena ia menentang mereka yang populer dalam moralitas dan kerohanian. Dalam masa para politikus yang tidak memiliki karakter yang baik dan pengkhotbah yang tidak bersuara, tidak ada kebutuhan bangsa yang lebih mendesak dibanding seruan kita kepada Allah untuk mengirimkan seorang nabi! Fungsi seorang nabi, seperti yang pernah dikatakan oleh Austin Sparks, “Hampir selalu untuk pemulihan.”

B.3.c. Penginjil
Pandangan tradisional tentang seorang penginjil adalah orang yang membawa “Kabar Baik”. Penginjil menyatakan Injil kepada dunia yang tidak percaya dan tersesat (KPR 8:5), bergerak dalam mujizat (KPR. 8:6), membebaskan orang dari setan-setan (KPR 8:7), menerima perintah-perintah dari malaikat (KPR 8:26) dan mempunyai hikmat wahyu (KPR 8:29).

B.3.d. Gembala
Gembala ditugaskan untuk menggembalakan “kawanan domba” atau jemaat, memberi makan dan memelihara kawanan itu, memberi nasihat atau memberikan pelayanan konseling guna pertumbuhan dan perkembangan jemaat. Gembala bukan hanya melakukan hal-hal yang berhubungan dengan penggembalaan, melainkan juga bergerak dalam anugerah-anugerah dan karunia-karunia adikodrati dari Allah (bernubuat, mengucapkan marifat/pengetahuan, menyembuhkan), menerima visi dan kesediaan untuk mengembangkan jemaat dalam karunia-karunia dan panggilan-panggilan mereka.

B.3.e. Guru
Seorang instruktur kebenaran (baca 2 Tim. 3:16). Guru tidak hanya mengajarkan hukum tertulis, tetapi juga melayani dengan kehidupan ilahi dan urapan Roh Kudus (2 Kor. 3:6). Ia menunjukkan pendalaman spiritual yang tajam dan wawasan ilahi terhadap Firman Allah dan penerapan pribadinya kepada orang-orang percaya.

B.3. MULTI PERSON (Para Penuai/Pekerja Dalam Ladang TUHAN)
Penerapan pelayanan multidimensional tidak akan mungkin dijalankan/dilaksanakan oleh satu orang (one man show) (Kel. 18:17-18). Gereja harus bisa mengkoordinir dan mengakomodasikan talenta, skil/keahlian, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh setiap anggota jemaat ataupun diantara sesama pelayan (Yoh. 9:4; 2 Tim. 2:2). Pendelegasian tugas dan wewenang pada pribadi-pribadi yang berpotensi disesuaikan dengan bidang-bidang pelayanan yang akan dimasuki sangat menunjang pelayanan multidimensional gerejawi. Dapat dikatakan bahwa berhasil atau tidaknya gereja dalam menerapkan pelayanan multidimensi ditentukan oleh seberapa besar keterlibatan anggota-anggota jemaat atau pelayan-pelayan didalamnya. Gereja harus terus menerus merekrut anggota, mendidik/melatih dan memobilisasinya secara maksimal untuk memperoleh para penuai yang handal Disini sangat dibutuhkan solidaritas tim (I Kor. 1:10).
 B.4. MULTI STRATEGI (Berbagai Teknik/Kiat Pelayanan)
Gereja akan kehilangan efektifitas pelayanan jika tidak memiliki strategi-strategi (teknik-teknik/kiat-kiat) yang akurat untuk pencapaian target maksimal. Sekali lagi, disini diperlukan kebersamaan individu-individu dalam tim kerja yang solid untuk menyumbangkan ide-ide, ataupun pikiran-pikiran yang kreatif dan inovatif secara terus-menerus berdasarkan motivasi dan semangat juang alkitabiah (Roma 12:11; Amsal 20:18; Kel. 31:3).

C. LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN MISI PENUAIAN


C.1. PERUBAHAN PARADIGMA (KERANGKA SISTEM) KEPEMIMPINAN
Lebih banyak perubahan yang dijejalkan dalam kehidupan kita setiap harinya di bandingkan dengan yang dialami para pendahulu (founding fathers) kita puluhan atau bahkan ratusan tahun sebelumnya. Berbagai macam perubahan ekonomi, sosial, kebudayaan, teknologi, politik, agama terjadi pada suatu tingkat akselerasi/percepatan yang tinggi. Di dalam beberapa bidang bukan hanya berakselerasi tetapi meledak.

Agar mampu "menunggangi" gelombang-gelombang perubahan ini, gereja perlu memiliki strategi yang jelas supaya dapat membantu rencana tindakan yang bertujuan membangun bagi masa depan. Segala sesuatu yang dibangun pada hari ini harus memiliki pandangan budaya dan lingkungan masa depan agar yang dibangun tersebut tetap memiliki relevansi dan berguna. Gereja yang statis dan stagnan adalah gereja yang selalu kembali membangun bentuk bangunan masa lalu, sementara dunia yang diusahakan untuk dicapai sedang berubah secara drastis. Itu berarti bahwa gereja berada dalam posisi kebutaan rohani yang bergerak jauh dari kenyataan. Gereja akan menjadi korban, bukannya pemenang.

Pemimpin perintis yang baru sedang dibentuk dan dilatih kembali oleh Allah dewasa ini, memahami bahwa perubahan merupakan aturan permainan. Jenis pemimpin yang baru ini dan gerejanya menarik manfaat dari perubahan. Perubahan tidak lagi menguasai kehidupan dan pelayanannya, tetapi hanyalah sebagai aturan. Mereka telah belajar bagaimana membuat perubahan-perubahan tersebut bekerja bagi mereka, bukannya menentang perubahan-perubahan tersebut.
Jelas diperlukan adanya perubahan-perubahan paradigma kepemimpinan. Lingkungan dan budaya dimana kita dipanggil untuk melayani berubah dengan cepat. Didalam perubahan lingkungan inilah sungguh-sungguh diperlukan suatu dimensi baru kepemimpinan. Diperlukan suatu kepemimpinan yang tidak dapat didominasi dan dibentuk oleh lingkungan. Orang-orang ini, baik pria maupun wanita tidak boleh berasal dari lingkungan tersebut, tetapi merupakan bejana yang dibuat dan dibentuk oleh kasih karunia kuasa Allah (KPR. 6:3).

Kepemimpinan yang muncul ini diperbaharui dengan pola pemikiran Kerajaan. Konsep-konsep dan nilai-nilai Kerajaan merupakan sumber kekuatan mereka dalam menjalani kehidupan setiap hari. Karena alasan inilah mereka tidak dimanipulasi oleh manusia atau dilumpuhkan oleh ketakutan akan kegagalan atau kekalahan dalam perebutan kekuasaan dan jabatan organisasi (band. Kel. 18:21).
Jenis kepemimpinan ini menarik sumber daya rohaninya dari sorga dan hidup oleh kasih karunia Allah, mematahkan segala keterbatasan karena kekurangan dan kelemahan mereka. Gaya mereka dalam urapan kepemimpinan berpusatkan kepada profetik, apostolik dan penggembalaan. Mereka bersifat profetik dalam perspektif dan tujuan. Mereka bersifat apostolik dalam pengajaran, fungsi dan dalam pemerintahan gereja. Mereka bersifat pastoral dalam melayani kebutuhan orang-orang dan dalam belas kasihan mereka kepada jiwa-jiwa. Mereka juga bersifat penginjilan.


C.2. MENGEMBANGKAN PROFIL (WAJAH/BENTUK PELAYANAN) GEREJA 
Terapi penyembuhan yang efektif sangat tergantung pada diagnosa yang akurat. Tidak pernah ada suatu obat mujarab yang dapat menyembuhkan semua “jenis penyakit”. Obat yang cocok bagi satu orang dapat menjadi racun bagi orang lain. Sebelum memasuki pelayanan multidimensi, gereja perlu mengadakan survey lapangan untuk mendapatkan diagnosa yang akurat. Gereja harus membuat analisa data lapangan dan menyusun program kerja yang paling sesuai dengan kebutuhan lapangan agar mobilisasi pelayanan bisa maksimal.
Gereja yang dinamis progresif haruslah bisa mengembangkan profil/kerangka/wajah pelayanan yang efektif dari hasil diagnosa yang tepat. Walau memiliki visi dan pemimpin yang kharismatik, tetapi jika tidak ditunjang bentuk profil yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, maka misi penuaian akbar menjadi tersendat-sendat dan tidak maksimal.
 Profil (wajah pelayanan) gereja digunakan untuk :
a). membantu gereja menemukan faktor kritis untuk misi penuaian dan situasinya yang terkini.
b). Berfokus pada sumber daya yang terbatas (manusia, keuangan, dll) pada saat yang menentukan.
c). Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan gereja.
d). Menghemat waktu dan mengurangi resiko karena analisa yang tidak akurat.
e). Menolong kita melihat gereja sendiri dari perspektif luar (mengadakan komparasi/ perbandingan pelayanan misi) dibandingkan dengan gereja-gereja lain.


C.3. MENYUSUN DAN MEMANFAATKAN SUMBER DAYA (FILTERISASI PARA PENUAI)
Gereja tidak boleh asal-asalan mengutus orang-orang yang tidak kompeten dalam bidang pelayanan yang akan dimasuki. Misi penuaian akan memperoleh hasil minimal bahkan bisa tidak menghasilkan apa-apa, jika para penuainya tidak disusun dan disaring/seleksi (diadakan proses filterisasi) terlebih dahulu. Para penuai harus bekerja sesuai dengan potensi/talenta, karunia, skill/keahlian dan pengalaman juga kerelaan hati (komitmen dan konsistensi) untuk terus-menerus terlibat dalam pelayanan banyak dimensi ini (Hakim-hakim 7:2-4). Tentunya hal ini tidak terlepas dari kepekaan, pengamatan, ketelitian dan kebijakan keputusan pemimpin ataupun para pelayan senior gereja. Apa yang ada pada masing-masing pribadi sebagai anggota jemaat dan pelayan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan penuaian (baca Kel. 4:1-12; Rom. 6:13).


C.4. MOBILISASI PARA PENUAI (PENGUTUSAN PARA MISIONARIS)
Gereja harus bisa mendapati/merekrut lebih banyak orang yang mau terlibat aktif dalam pekerjaan gereja (misi pelayanan). Hal inilah yang sering disebut sebagai menggerakkan/ memobilisasi massa (para penuai). Jika para penuai dapat menangkap visi yang berarti dan menggairahkan, mereka pasti lebih mudah digerakkan/dimobilisir untuk melaksanakan misi dari visi tersebut. Allah memang telah mempersiapkan setiap orang untuk ikut terlibat dalam hal yang semacam itu, dengan mengaruniakan kepada setiap individu bakat-bakat dan kesanggupan-kesanggupan yang dapat dipakai dalam melaksanakan penuaian akbar di akhir zaman ini (Luk. 10:2; Pengkhotbah 9:10; I Kor. 15:58; 2 Tim. 4:1-5; Luk. 9:1-2).


                                                     … I m a n u e l …

Pengikut